Amendemen UUD 1945 Memerlukan Prasyarat Suasana Kebangsaan yang Kondusif

Oleh: Dr Ahmad Basarah

Amendemen UUD 1945 Memerlukan Prasyarat Suasana Kebangsaan yang Kondusif
Wakil Ketua MPR RI Dr. Ahmad Basarah. Foto: Humas MPR RI

Bangsa Indonesia pernah beberapa kali mengubah konstitusinya sejak awal kemerdekaan dulu, yakni UUD 1945 menjadi UUD RIS 1949.

Kemudian mengubah lagi dengan UUD Sementara 1950 dan kembali ke UUD 1945 pada 1959.

Amendemen UUD 1945 dilanjutkan lagi pada 1999-2002.

Pada saat terjadinya amendemen 1999-2002 yang lalu, MPR mengubah hampir semua pasal dalam UUD 1945, karena pada saat itu belum ada pasal 37 yang mengatur cara perubahan UUD secara rinci dan rigit.

Jika saat ini akan dilakukan perubahan UUD 1945 tidak bisa lagi dilakukan secara serampangan dan bersifat meluas terhadap pasal-pasal yang tidak diusulkan perubahannya oleh sepertiga jumlah anggota MPR yang mengusulkan perubahan UUD tersebut.

Sekalipun pasal 37 UUD 1945 dan aturan di bawahnya memberi batasan yang rigit dan rinci atas usul perubahan pasal-pasal dalam UUD tersebut, tetap saja hal itu menimbulkan kekhawatiran politik akan terjadi usulan perubahan pada pasal-pasal yang lainnya.

Karena itu, diperlukan prasyarat lain sebelum dilakukan perubahan UUD tersebut, yaitu adanya kesepakatan nasional bangsa Indonesia melalui kesepakatan para ketua umum atau pimpinan partai politik yang punya perwakilan di MPR, dan unsur DPD RI di MPR.

Kesepakatan ketua umum atau pimpinan partai politik dan DPD RI tersebut juga memerlukan dukungan luas dari pimpinan lembaga-lembaga negara lainnya serta dari sebagian besar elemen bangsa Indonesia lainnya.

Bagaimana MPR seharusnya mengambil sikap atas rencananya melakukan amendemen terbatas UUD 1945 dalam situasi bangsa yang seperti itu?

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News