Amerika Bakal Kirim Senjata Senilai Rp 8 Triliun ke Taiwan, Tiongkok Bisa Apa?
jpnn.com, WASHINGTON DC - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat melayangkan surat pemberitahuan resmi ke Kongres mengenai rencana penjualan pesawat nirawak (drone) ke Taiwan, kata Departemen Pertahanan AS, Selasa (3/11).
Pemberitahuan secara resmi ke Kongres merupakan langkah terakhir yang harus ditempuh pemerintah sebelum menyetujui penjualan alat pertahanan ke Taiwan, langkah yang akan membuat Tiongkok kian geram.
Sejak Trump menjabat sebagai presiden AS pada 2016, Pemerintah AS mulai melonggarkan aturan penjualan senjata, alat dan teknologi pertahanan ke luar negeri.
Jika disetujui, ekspor senilai USD 600 juta (sekitar Rp 8,7 triliun) itu akan jadi penjualan alat pertahanan teknologi tinggi pertama AS ke luar negeri.
Dalam beberapa minggu terakhir, Pemerintah AS melanjutkan rencana penjualan empat peralatan pertahanan militer canggih lainnya ke Taiwan sehingga total ekspor diperkirakan mencapai USD 5 miliar (sekitar Rp 72,5 triliun).
Rencana itu jadi salah satu upaya menekan dominasi Tiongkok dan memunculkan kekhawatiran mengenai langkah balasan apa yang akan ditempuh Beijing ke Taipei.
Beijing masih menganggap Taiwan adalah bagian dari kedaulatan Tiongkok. Pemerintah Tiongkok mengatakan pihaknya tidak ragu menggunakan paksaan jika dibutuhkan untuk menjaga kedaulatan tersebut.
Sementara itu menurut Washington, Taipei merupakan wilayah pro demokrasi yang strategis dan AS diberi mandat oleh konstitusinya untuk membantu Taiwan mempertahankan diri.
Amerika Serikat terang-terangan mengabaikan peringatan dari Tiongkok untuk tidak menjual senjata kepada Taiwan
- Dunia Hari Ini: Donald Trump Jadi Presiden, Kamala Harris Mengakui Kekalahannya
- Ratusan Ribu Unit APD Asal Temanggung Diekspor ke Pasar Amerika Serikat
- Dipastikan Menang Pilpres, Donald Trump Berjanji Akan Menyembuhkan Amerika
- Amerika Memilih Presiden Baru, Pakar: RI Harus Beradaptasi, Kirim Dubes Berkualitas
- Pilpres Makin Panas, Banyak Warga Amerika Pengin Pindah Negara
- Mungkin Ini Alasan Prabowo Pilih Kunjungan Perdana ke Tiongkok, bukan Amerika