Amerika Ngotot Bela Taiwan, China Ogah Ubah Pendirian
jpnn.com, SINGAPURA - Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin mengatakan pada Senin bahwa pertemuannya dengan Menhan China Jenderal Wei Fenghe merupakan langkah penting untuk membangun jalur komunikasi di antara kedua negara.
Austin dan Wei bertemu di sela-sela pertemuan tingkat tinggi yang membahas isu keamanan, Shangri-La Dialogue, di Singapura pada Jumat (10/6).
Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak tetap teguh terhadap pandangan mereka yang berlawanan tentang hak Taiwan untuk memerintah sendiri.
"Itu adalah langkah penting dalam upaya kami untuk mengembangkan jalur komunikasi terbuka dengan kepemimpinan PLA (Tentara Pembebasan Rakyat). Ini adalah kesempatan penting untuk menyampaikan keprihatinan kami tentang potensi ketidakstabilan di Selat Taiwan," kata Austin kepada wartawan selama kunjungan ke Thailand, Senin.
AS adalah pendukung internasional terpenting dan pemasok senjata Taiwan. Isu ini menjadi sumber gesekan terus-menerus antara Washington dan Beijing.
China, yang mengklaim Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri sebagai wilayahnya, telah meningkatkan aktivitas militer di dekat pulau itu selama dua tahun terakhir sebagai tanggapan atas apa yang disebut Beijing sebagai "kolusi" antara Taipei dan Washington.
Dalam pidatonya pada Minggu (12/6), Wei mengatakan terserah AS untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan negaranya, karena hubungan berada pada titik kritis.
Austin mengatakan dalam pidatonya pada pertemuan pada Sabtu bahwa telah terjadi peningkatan yang "mengkhawatirkan" dalam jumlah pertemuan yang tidak aman dan tidak profesional antara pesawat dan kapal China dengan negara-negara lain.
Perbedaan sikap Amerika Serikat dan China soal status Taiwan tampaknya tak mungkin disatukan
- Trump Berambisi Rampas Terusan Panama, Begini Reaksi China
- Forum Pemuda Indonesia-China: Generasi Muda Jadi Jembatan Kerja Sama
- Semifinal BWF World Tour Finals 2024: Ganda Campuran China dan Malaysia Saling Sikut
- Menkeu Sri Mulyani Buka-bukaan soal Nasib Ekonomi Indonesia pada 2025
- Pengamat Nilai Kritik 'The Economist' kepada Prabowo Tak Sesuai Kenyataan
- 'Trump Effect' Bisa jadi Peluang Besar bagi Indonesia, Asalkan