Amerika Serikat Ikut Memprotes Kesepakatan Brexit
jpnn.com, LONDON - Menjelang voting draf kesepakatan British Exit alias Brexit, kontroversi terus bermunculan. Di tengah perlawanan dari dalam negeri, Perdana Menteri (PM) Theresa May juga harus menghadapi keberatan dari kandidat kuat mitra dagang pasca-Brexit. Siapa lagi kalau bukan Amerika Serikat (AS).
Washington kurang sreg dengan draf kesepakatan yang digagas kubu May tersebut. Pernyataan itu disampaikan Duta Besar AS untuk Inggris Woody Johnson dalam wawancara dengan BBC Radio, Senin (31/12).
"Seperti yang dikatakan Presiden (Donald Trump), kami sangat berharap ada kesepakatan bilateral yang signifikan," ujarnya.
Menurut Johnson, draf kesepakatan Brexit yang telah diteken Inggris dan Uni Eropa (UE) meski menuai banyak protes itu kurang pas untuk mendukung perdagangan bebas. Karena itu, Inggris dan AS tidak akan bisa langsung merumuskan perdagangan bilateral pasca-Brexit.
Sebelumnya, AS meminta Inggris benar-benar melepaskan diri dari UE. Dengan begitu, AS bisa menjalin kerja sama dengan Inggris tanpa perlu mengindahkan sistem kompleks UE.
Sayangnya, dalam draf kesepakatan final tersebut, Inggris masih menerapkan aturan yang sama dengan UE pada beberapa bidang.
"Kami sedang mengevaluasi arah Inggris pasca-Brexit. Jika kondisinya memungkinkan, tentu presiden bakal membuat perjanjian kerja sama," ungkap Johnson.
Rencananya, Trump berkunjung ke Inggris pada Mei 2019. Atau, setelah masa transisi Brexit berakhir pada akhir April mendatang. (bil/c14/hep)
Menjelang voting draf kesepakatan British Exit alias Brexit, kontroversi terus bermunculan. Kini Amerika Serikat menambah pening kepala PM Theresa May
Redaktur & Reporter : Adil
- Dunia Hari Ini: Donald Trump Menjadi 'Person of the Year' Majalah Time
- Kloning Javier
- Prabowo Pamer Kinerja Kabinetnya di Hadapan Pengusaha US-ASEAN, Begini Katanya
- Belum Resmi Jadi Presiden, Donald Trump Sudah Cari Gara-Gara dengan Negara BRICS
- Indonesia Merapat ke BRICS, Dubes Kamala Tegaskan Sikap Amerika
- Ngebet Usir Imigran, Donald Trump Bakal Kerahkan Personel Militer