Amnesty Sebut Diskriminasi Rohingya Sama Dengan Apartheid
Namun laporan Amnesty menyebutkan akses pendidikan telah dibatasi sejak tahun 2012, dimana anak-anak Rohingya tidak diizinkan masuk sekolah negeri campuran di banyak wilayah Rakhine.
"Anak-anak (Myanmar) tidak boleh bersekolah bersama anak-anak etnis Rakhine, yang berarti masa depan mereka dirampas karena tidak dapat belajar, membangun kehidupan lebih baik untuk diri sendiri," ujar peneliti Amnesty Laura Haigh kepada ABC.
Ada sekitar 1,1 juta orang Rohingya yang tinggal di Negara Bagian Rakhine. Mereka tidak diakui kewarganegaraannya dan dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh, meski sudah hidup beberapa generasi di Myanmar.
Dua serangan militan Rohingya pada bulan Oktober 2016 dan Agustus 2017 memicu "operasi pembersihan" brutal oleh tentara, BGP dan warga Rakhine.
Lebih dari 600.000 orang Rohingya melarikan ke Bangladesh. PBB menggambarkan situasi ini sebagai "pembersihan etnis".
UNHCR drone footage shows the Rohingyas fleeing Myanmar into Bangladesh.
Tekanan dari UE, dukungan dari China
Laporan Amnesty muncul saat pemimpin de facto Myanmar mendapat tekanan dari para pemimpin Eropa mengenai krisis tersebut, dan sebaliknya menerima dukungan dari pejabat China yang berkunjung.
Pejabat pemerintah, termasuk Suu Kyi, bertemu dengan para pemimpin Eropa di Naypyidaw pada hari Selasa.
Beberapa pejabat Eropa sebelumnya telah mengunjungi kamp-kamp pengungsian di perbatasan Bangladesh.
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata