Amputasi Cara Satu-satunya, Raih Beasiswa dari Australia
Namun, namanya musibah, tidak ada yang tahu kapan akan datang. Mau tidak mau, ia mesti menghapi kenyataan pahit, kaki kiri diamputasi.
”Sebenarnya orangtua saya tidak membolehkan kaki saya ini diamputasi. Sehingga setelah sadar, saya dibawa ke pengobatan-pengobatan tradisional di daerah Bukittinggi dan Payakumbuh,” kata pria kelahiran Bukittinggi, 8 November 1978 itu.
Dari sekian kali menjalani pengobatan tradisional, keadaan kakinya justru semakin tambah parah.
Bahkan sudah mulai membusuk. Sehingga, pihak keluarga memutuskan untuk membawanya kembali ke rumah sakit Achmad Muchtar, Bukittinggi.
”Selama beberapa hari di sana, keadaan saya juga tidak mengalami perubahan. Bahkan, tubuh saya semakin kurus. Sesaat setelah itu juga, dokter memvonis umur saya tinggal seminggu,” katanya.
Mendengar kabar itu, keluarga larut dalam tangisan. Kecuali adik perempuannya yang masih tegar dan optimis Syamsul bisa sembuh.
”Saya kemudian memutuskan ke luar rumah sakit dan kembali ke Kota Padang. Dengan penuh ikhlas dan lapang dada, saya sampai di rumah di Padang, dirawat dengan penuh kesabaran oleh adik perempuan saya,” kata Syamsul yang beralamat di Kompleks Martha Indah Blok E11 RT.001/RW.001 Kelurahan Aiapacah, Kecamatan Koto Tangah.
Ketika dirawat di rumah, kondisi perlahan-perlahan semakin membaik. Berbagai macam obat herbal diminumnya setiap hari.
Syamsul Bahri akhirnya sadar bahwa tidak ada jalan lain untuk bisa bertahan hidup. Satu-satunya cara, kakinya harus diamputasi.
- Peduli Atlet Disabilitas, ASABRI Dukung Turnamen Menembak Pusrehab Kemhan
- Mensos Temukan 1 Keluarga Penyandang Disabilitas di Surabaya Tak Terima PKH
- Datangi Rumah Penerima Manfaat, Wamensos Agus Jabo Bilang Begini
- Janji Robinsar Fajar di Debat Perdana, Beri Kesetaraan Disabilitas & Bangun Youth Center
- Polda Kalteng dan Kemensos Salurkan 30 Kursi Roda ke Penyandang Disabilitas
- Pelindo Solusi Logistik Dukung Kemandirian Tunanetra lewat 'Pijar'