An-Noor, Musala Perjuangan bagi TKI di Daejeon, Korsel

Jamaah Bertambah, Yasinan Numpang di Gereja

An-Noor, Musala Perjuangan bagi TKI di Daejeon, Korsel
An-Noor, Musala Perjuangan bagi TKI di Daejeon, Korsel
   

Gagasan itu didasari keinginan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan. Para TKI tak ingin terus-menerus menjadi pembantu rumah tangga dan memeras keringat sebagai pekerja kasar. Mereka ingin maju dan banyak di antaranya ingin meneruskan pendidikan formal.

   

Penghasilan mereka yang kebanyakan bekerja sebagai buruh pabrik antara Rp 10 juta hingga Rp 15 juta. Mereka juga rata-rata lulusan SMA dengan skill mumpuni. "Sebab, pekerja di sini kan resmi karena ada kerja sama G to G (government to government) antara Indonesia dan Korea. Jadi, mereka harus melalui seleksi ketat," ujar Ony Avrianto Jamhari, regional manager and international relations SolBridge International School of Business.

   

SolBridge merupakan salah satu kampus bisnis di Daejeon, Korsel. Ony merupakan salah satu pengajar. Dia memberikan kursus bahasa Inggris kepada TKI.

   

Ide untuk belajar juga terinspirasi dari kesuksesan seorang TKI di Korsel yang kini bergelar sarjana. "Dia adalah Saiful Hadi. Dulu dia adalah TKI ilegal. Tapi, kemudian dia belajar dan berkuliah di Chungnam National University," kata Dedi Prasetyo, takmir musala lainnya.

Menempati lantai atas sebuah ruko di Daejeon, Korsel, para TKI mengubahnya menjadi tempat multifungsi. Musala untuk beribadah, kursus, kuliah jarak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News