Anak-anak Itu Terpaksa Menjadi Kuli di Pelabuhan
Tak tanggung-tanggung, rata-rata setiap malamnya mereka mendapatkaan uang Rp 30 ribu, dari para penumpang yang membutuhkan jasa buruh mereka.
Tidak ingin bergantung pada siapapun, menjadi alasan mengapa anak-anak itu memilih menjadi seorang buruh.
Padahal, beberapa diantara mereka adalah anak yang masih duduk di bangku sekolah.
Waktu yang digunakan mereka untuk mengangkat barang seharusnya digunakan untuk belajar.
Beberapa dari mereka memberikan alasan yang cukup masuk akal.
Seperti Arman, salah seorang siswa kelas 1 di SMA Negeri 2 Luwuk ini menceritakan mengapa dirinya bekerja sebagai buruh meski masih duduk dibangku sekolah.
Terlahir dari keluarga ekonomi pas-pasan, Arman terkadang harus berusaha sendiri untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya.
“Saya jadi buruh tidak setiap hari. Hanya saat ada keperluan saja. Sekarang saya jadi buruh lagi untuk cari uang beli sepatu. Sepatu saya sekarang sudah rusak,” ungkapnya, sembari menunggu penumpang kapal yang ingin diangkatkan bawaannya ke kapal.
SUDAH pasti, menjadi seorang buruh bukan pilihan bagi anak-anak itu. Mereka masih duduk di bangku sekolah. Namun, demi mencukupi kebutuhan sekolah
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408