Anak Buah Prabowo Ini Curiga Jokowi Pengin Berada di Atas Hukum
jpnn.com, JAKARTA - Keputusan pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU Nomor 17/2013 tentang Organisasi Kemasayarakat menuai kritik.
Apalagi, Perppu tersebut diterbitkan setelah pemerintah menyatakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai organisasi anti-Pancasila yang harus dibubarkan. Proses pembubaran sendiri cukup panjang karena harus melalui pengadilan.
Pengurus Pusat Satuan Relawan Indonesia Raya (PP Satria) menilai, kalau pun HTI harus dibubarkan pemerintah, maka prosedurnya harus sesuai dengan prosedur undang-undang yang ada. Jangan sampai ada kesan pemerintah memaksakan kehendak.
"Ini kan negara hukum. Hukum di atas segalanya. Presiden dengan menerbitkan Perppu seakan ingin berada di atas hukum," kata Ketua Umum PP Satria Moh. Nizar Zahro, di Jakarta pada Rabu (12/7).
Mengacu pada Pasal 68 hingga pasal 72 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, katanya, harus ada tahapan yang dilalui sebelum membubarkan sebuah organsiasi. Mulai dari peringatan tertulis, hingga ke pengadilan.
"Dengan penerbitan Perppu, mengindikasikan pemerintah ingin menghindar dari proses pengadilan. Padahal pengadilan menjadi tempat bagi warga dan ormas untuk membela diri," jelasnya.
Karena itu, politikus Senayan dari Fraksi Gerindra ini menilai pemerintah bersikap otoriter dalam menyikapi dinamika ormas. Hal itu menurutnya berbahaya bagi kelangsungan demokrasi.
"Yang kami khawatirkan, pembubaran ormas tidak melalui pengadilan ini terus terjadi terhadap ormas lainnya. Apalagi yang cenderung kritis terhadap pemerintah," pungkas politikus asal Madura itu.(fat/jpnn)
Keputusan pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU Nomor 17/2013 tentang
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam