Anak Itu Bagaikan Kertas Kosong
jpnn.com - DUNIA pendidikan tertampar kasus video porno yang diduga diperankan pelajar salah satu SMP di Jakarta, AE dan FP.
Para orang tua, pastinya, juga sedih melihat bocah-bocah ayu itu beradegan panas, di ruang kelas, disaksikan dengan cengengesan oleh kawan-kawannya.
Salah siapa? Haruskah mereka diberi hukuman? Berikut wawancara wartawan JPNN, Soetomo Samsu dengan A.Kasandra Putranto, psikolog klinis dan forensik ternama yang rajin mengkampanyekan slogan save the children and family to save the nation, itu, di Jakarta, Sabtu (26/10).
Apa tanggapan Anda terhadap kasus yang menghebohkan ini?
Ini sebuah bentuk perilaku individu yang masih remaja. Tepatnya, masa awal-awal remaja, karena masih sekitar 12 hingga 15 tahun. Di usia-usia itu hormon lagi naik, berada dalam peer group (sekumpulan remaja sebaya yang punya hubungan erat dan saling tergantung, red), ditambah asupan dari media yang tidak mendukung perkembangan mental anak, dan resistensi mental yang rendah, tidak mampu menolak ajakan berbuat sesuatu yang tak baik.
Siapa yang harus disalahkan?
Saya sebenarnya juga tak tega menyalahkan orang tua mereka. Orang tua ini kan biasanya cuman bilang "say, say" saja sama anak. Sudah senang melihat anak-anaknya tumbuh sehat secara fisik. Tapi kesehatan mental bagaimana? Kesehatan sosial bagaimana? Sehat itu kan harus sehat fisik mental, dan sosial. Orang tua sudah senang anak bilang "hai mam", lantas berangkat sekolah.
Pengaruh gampangnya mengakses film porno?
Puluhan tahun silam, sekitar 10 tahun lalu, saya bersama Pak Roy Suryo menghadiri sebuah seminar. Saya ingat betul, ada desakan internet harus dibatasi. Pak Roy bilang, media internet tidak bisa dibatasi. Dibendung-bendung pun, tetap saja masih bisa dibuka. Betul itu, menurut saya, yang terpenting harus menyiapkan mental anak dalam menghadapi perubahan-perubahan global. Siapkan mental anak sejak dini. Jaman berubah. Anak-anak asupan makanannya, seperti ayam broiler, cepat besar, cepat dewasa. Dulu, kelas dua kelas tiga SMP baru menstruasi, sekarang kelas enam SD sudah mens.
Perlu gak hukuman agar ada shock therapy bagi anak-anak yang lain?
Yang paling bagus adalah mencegah. Shock therapy? Shock therapy buat siapa? Buat dia (pelaku, red), iya, tapi buat yang lain? Mem-broadcast adegan itu melanggar tiga Undang-undang sekaligus, yakni UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU pornografi, dan UU perlindungan anak. Anak-anak tetap wajib dilindungi. Teori siapa yang bilang bahwa dengan menyebar tayangan itu dan memberikan hukuman bisa membuat dia jera? Yang jera dia, iya. Yang lain tidak.
Ini ada dua sisi perilaku, yakni perilaku anak sebagai korban, dan perilaku masyarakat. Masyarakat harus peduli. Dengan menyebarkan adegan itu, itu berarti tidak melindungi anak. Wajah mereka terpampang di mana-mana. Anak ini dibunuh oleh masyarakat. Tolong, hentikan penyebaran tayangan itu.