Analisis Pak SBY soal Kerusuhan di AS setelah George Floyd Tewas Dipiting Polisi

Analisis Pak SBY soal Kerusuhan di AS setelah George Floyd Tewas Dipiting Polisi
Susilo Bambang Yudhoyono. Foto: Ricardo/JPNN.com

Saya tidak tahu apakah rakyat Amerika punya militansi dan kenekatan yang tinggi manakala harus melawan pemerintah yang dinilai tidak adil. Seperti perlawanan rakyat yang terjadi di negara-negara berkembang. 

Sejarah telah menunjukkan banyak pemimpin, sekuat apa pun dia, yang akhirnya jatuh karena mayoritas rakyat menghendaki dia jatuh. Sebesar apa pun militer dikerahkan untuk menyelamatkan sebuah rezim, kalau rakyat sudah bergerak, tumbang juga mereka. Perlawanan sosial seperti ini saya ragu bakal terjadi di Amerika.

Alasan saya, demokrasi dan sistem politik sudah sangat mapan di negara itu. Kedua, yang turun ke jalan-jalan sekarang ini belum tentu mewakili mayoritas rakyat Amerika.

Ketika Politik Pilpres “Involved”

Para pengamat politik tahu, baik internasional maupun di Amerika sendiri, situasi di negara itu khas. Lima bulan lagi akan dilaksanakan Pemilihan Presiden. Trump tentu sangat ingin terpilih lagi. Ini tentu sah bagi seorang petahana. Sementara, penantangnya Biden juga punya ambisi untuk mengalahkan Trump. Perhatikan komentar dan kritik Biden terhadap penanganan aksi-aksi protes yang dilakukan Trump saat ini.

Trump diibaratkan tengah bersiap untuk memasuki kembali ring tinju, tetapi kakinya diberati oleh 3 pemberat. Rapor Amerika dalam menangani pandemi COVID-19, ekonomi yang suram dan gelombang unjuk rasa besar. Ini pasti menjadi handicap yang besar bagi Trump. Kecuali, jika dia mampu mengubah krisis itu menjadi peluang. Namun, bagaimana caranya?

Saya pribadi harus berhati-hati dalam membuat prediksi, apakah Trump akan terpilih kembali atau tidak. Bagi negara yang rakyat dan politiknya sangat terbelah saat ini (divided), belum tentu Trump kalah. Celah ini barangkali yang akan digunakan Trump untuk kepentingan politiknya.

Trump tahu mana yang minoritas dan mana yang mayoritas di negaranya. Bisa saja aksi protes yang umumnya dilakukan oleh komunitas kulit hitam ini justru akan digunakan untuk membangun kubu yang “di seberang”. Ujungnya rasisme juga. Tesisnya kembali menciptakan “division” dan bukan “unity”. Politik pembelahan atas dasar identitas. Dalam politik, untuk mencapai kemenangan seolah cara apa pun halal, meskipun dianggap tidak etis. The ends justify the means.  
 
Namun, strategi begini belum tentu akan dilakukan Trump guna memenangkan pemilihan presiden bulan November 2020 mendatang. Tapi, bagaimanapun ada kemungkinan dan logikanya.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyodorkan analisisnya tentang kerusuhan di AS pascakematian warga Afro-Amerika George Floyd akibat kekerasan oleh polisi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News