Analisis Reza soal Polisi Larang Keluarga Melihat Jenazah Brigadir J, Ada Kata Serbamengerikan
Dengan dasar teoretis tersebut, katanya, inisiatif polisi "melarang" pihak mana pun melihat, apalagi memotret jenazah bisa dipahami sebagai langkah konstruktif.
"Hal tersebut barangkali disikapi negatif oleh pihak yang ingin melihat jenazah," ujar Reza.
"Namun "pelarangan" itu bermanfaat agar pihak tersebut tidak menderita trauma juga pasca melihat jenazah (vicarious trauma, red)," lanjutnya.
Pria kelahiran Jakarta, 19 Desember 1974 itu mengatakan jika bertambah pihak yang menderita trauma, baik trauma langsung maupun vicarious trauma, maka tambah pula "beban" yang harus diatasi.
Baca Juga: Bertemu Jenderal Polisi, Ayah Brigadir J Sampaikan Permintaan Penting
"Tidak bisa dipungkiri, personel Polri secara umum tidak terlatih untuk mendampingi individu-individu yang terguncang apalagi menderita trauma -termasuk vicarious trauma," ujarnya.
Sebaliknya, kata Reza, serta-merta membolehkan pihak mana pun melihat tubuh yang tidak lagi bernyawa, kendati terkesan tidak sensitif, tetapi itulah langkah penuh empati (sekaligus jujur akan keterbatasan dirinya) yang sudah sepatutnya personel ambil.
Reza menyebut ketika jenazah "dinilai" oleh mata awam, keakuratannya juga sangat mungkin berbeda dengan mata profesional yang terlatih untuk itu.
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri sampaikan analisis soal polisi larang keluarga Brigadir J membuka peti dan melihat jenazah. Begini kalimatnya.
- Lemkapi Sebut Perbuatan AKP Dadang Telah Menurunkan Muruah Kepolisian
- 5 Berita Terpopuler: Kabar Terbaru Polisi Tembak Polisi, Diduga Pembunuhan Berencana, Kapolri Beri Perintah Tegas
- AKP Dadang Iskandar Pembunuh Kasat Reskrim Polres Solok Selatan Terancam Dihukum Mati
- Usut Tuntas Kasus Penembakan Polisi di Solok Selatan: Menunggu Implementasi Revolusi Mental Polri
- Begini Analisa Reza Indragiri Soal Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan
- Kasatreskrim Ditembak Kabag Ops di Sumbar, Kadiv Propam Bilang Begini