Ancaman Resesi Global Pada 2023, Praktisi Berbagi Saran
"Eksportir mungkin senang dolar menguat, tetapi importir pasti merana," imbuh Hendra.
Pada saat barang-barang pokok makin mahal akibat kenaikan harga BBM dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menembus Rp 15.000 maka Hendra mewanti-wanti bahwa rumah tangga akan mengalami pelemahan daya beli.
Akibatnya rumah tangga berhemat dengan cara mengurangi konsumsi secara besar-besaran terutama sektor yang tidak perlu seperti hal-hal bersifat rekreasi.
Langkah tersebut tentu akan memberikan tekanan tambahan pada ekonomi Indonesia.
Melemahnya konsumsi berarti permintaan terhadap produk barang dan jasa dari pelaku usaha akan sepi dan memengaruhi pendapatan, padahal beban operasional harus berjalan.
"Saya rasa krisis tahun depan akan berbeda dari resesi pada saat lockdown covid. Saat covid, rumah tangga dan pelaku usaha memiliki likuiditas cukup sehat hanya karena lockdown mereka tidak mudah mengeluarkan dan menerima uang sehingga menjelang akhir pandemi likuiditas mereka menjadi makin ketat."
"Ketika mulai recovery, muncul turbulensi keuangan sehingga membuat keuangan rumah tangga dan pelaku usaha di Indonesia makin berdarah," imbuh dia.
Menurut Hendra, resesi global tahun depan kemungkinan akan menaikkan angka permohonan pailit dan PKPU karena debitur yang utangnya sudah jatuh tempo dan dapat ditagih tidak memiliki arus kas yang cukup.
Praktisi restrukturisasi utang memberi saran dalam menghadapi resesi global yang kemungkinan terjadi pada 2023
- Rupiah Hari Ini Makin Ambyar Terpengaruh IHK Amerika
- Pemerintah Fokus Menjaga Aliran Investasi untuk Pembangunan Masa Depan
- Inflasi AS Melebihi Ekspektasi, Bitcoin Bertahan di Level Sebegini
- Ekonom Sebut Deflasi Perlu Segera Dikendalikan
- Mendagri Tito: Daya Beli Masyarakat tidak Menurun, tetapi Meningkat
- Airlangga Hartarto: Inflasi Indonesia Tetap Stabil Seiring Daya Beli Masyarakat Masih Terjaga