Andai Aturan Main Berubah di Tengah Pertandingan

Oleh Dr Ahmad Doli Kurnia Tandjung*

Andai Aturan Main Berubah di Tengah Pertandingan
Ahmad Doli Kurnia. Foto: arsip JPNN.com/Ricardo

Sudah banyak contoh tentang caleg yang terpilih bukan mewakili daerah di mana ia tinggal. Ada yang sehari-hari hidup di Jawa, dicalonkan oleh parpol mewakili provinsi luar Jawa. Akibatnya mereka tidak mengetahui kultur lokal, sehingga ada gap dengan daerah yang diwakilinya.

Meski pemilu tertutup banyak mudaratnya -setidaknya dalam pandangan penulis-, hal itu tidak menghalangi para penggugat dan partai yang setuju dengan sistem tersebut untuk terus maju. Mereka berasumsi bahwa pemilu terbuka melemahkan partai, memicu maraknya politik uang, dan menimbulkan banyak suara yang tidak sah.

Argumen itu mudah dibantah. Misalnya, dengan mencalonkan caleg terbaik, parpol justru akan terangkat citranya.

Bagaimana dengan pembela pemilu tertutup yang menyodorkan argumen soal politik uang marak karena pemilu terbuka?

Tidak ada jaminan bahwa money politics akan hilang dalam pemilu yang menggunakan sistem proporsional tertutup. Pasalnya, tetap ada kemungkinan transaksi berganti, dari yang semula di lapangan, lalu berpindah ke ruang-ruang pimpinan parpol.

Apakah ini solusi? Tentu tidak.

Makanya untuk meminimalisasi money politics, jawabannya bukanlah sistem terbuka atau tertutup, melainkan aturan kampanyenya yang harus diperbaiki. Sebagian negara yang sudah demokratis menjamin kesetaraan hak caleg dalam berkampanye dengan anggaran dari negara.

Para caleg dilarang mengeluarkan uang untuk kampanye. Efeknya, pertarungan antar-caleg yang kaya dan miskin sejajar. Mereka sama-sama memiliki ruang untuk menang.

Semoga kabar burung ini salah, karena bila benar sistem pemilu berganti di tengah jalan, akan ada konsekuensi besar pada pelaksanaan pemilu secara keseluruhan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News