Aneh, Rapat Pleno MKD Ditunda Hanya karena Perdebatkan Status Sudirman Said
Senin, 23 November 2015 – 21:47 WIB
JAKARTA - Langkah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR menunda rapat pleno dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh Ketua DPR Setya Novanto, Senin (23/11) petang, dinilai janggal. Apalagi penundaan dilakukan hanya karena memermasalahkan kedudukan atau legal standing pengadu Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM). "Ketentuan yang dirujuk adalah Pasal 5 ayat (1) Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara MKD. Padahal konstruksi pasalnya menggunakan kata 'dapat' dan sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,"ujar Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri, Senin (23/11). Menurut Ronald, istilah, kata “dapat” digunakan untuk menyatakan sifat diskresioner dari suatu kewenangan yang diberikan kepada seseorang atau lembaga, dalam hal ini MKD. Jadi MKD tidak perlu merasa kehilangan cantolan ketentuan dari yang sudah diatur dalam Pasal 5 ayat (1) tersebut. "MKD memiliki diskresi untuk menentukan kriteria baru tentang identitas pengadu apabila dianggap tidak diwakili oleh seluruh kriteria yang ada di Pasal 5 ayat (1). Bukan kemudian memermasalahkan tidak adanya kriteria yang cocok dengan identitas pengadu, dalam hal ini SS (Sudirman Said,red)," ujar Ronald. Menurut Ronald, kalaupun rapat pleno ditunda untuk kemudian memanggil pakar hukum guna menjelaskan boleh tidaknya SS menjadi pelapor, hal tersebut juga tidak sembarangan. Sebab pakar yang dihadirkan harus punya jam terbang tinggi dan penguasaan yang sangat komprehensif tentang legislative drafting, atau perancangan peraturan perundang-undangan. "Lagian MKD juga sebenarnya bisa menempatkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan SN dalam kategori tidak memerlukan atau mensyaratkan pengaduan dan ini terbuka berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf b Peraturan DPR No 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara MKD,"kata Ronald. Ronald mengatakan demikian karena tetentuan dalam Pasal 4 ayat 1 huruf b tersebut menyatakan, perkara tanpa pengaduan yang dapat disidangkan MKD, salah satunya dugaan pelanggaran UU MD3, peraturan DPR dan kode etik yang sudah menjadi perhatian publik. "Apa yang dialami SN (Setya Novanto,red) bisa masuk kategori ini," ujar Ronald.(gir/jpnn)
Baca Juga:
JAKARTA - Langkah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR menunda rapat pleno dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Jurus Mendes Yandri Atasi 3.000 Desa yang Masih Tertinggal
- 5 Berita Terpopuler: Honorer 32 Tahun Gagal Tes PPPK, Semoga RUU ASN Menjadi Penyelamat
- Pengusaha Surabaya Suruh Siswa Sujud & Menggonggong Sudah Ditangkap, Begini Tampangnya
- 50 Menteri dan Wamen Belum Menyerahkan LHKPN, Siapa Saja ya?
- Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini 15 November 2024: Pagi Sudah Berawan Tebal
- Sun Life Berkomitmen Tingkatkan Kesadaran Pentingnya Pencegahan Diabetes Tipe 2