Anggap Batas Usia Capres-Cawapres Bukan Diskriminasi, Prof Jimly: Itu Persyaratan Pekerjaan

Anggap Batas Usia Capres-Cawapres Bukan Diskriminasi, Prof Jimly: Itu Persyaratan Pekerjaan
Prof Jimly Asshiddiqie. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menganggap syarat usia minimal capres/cawapres dalam Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) bukanlah bentuk diskriminasi yang menyalahi UUD 1945.

Guru besar ilmu hukum tata negara itu menganggap ketentuan tersebut ibarat syarat dalam pekerjaan saja.

“Itu persyaratan pekerjaan. Setiap jenis pekerjaan persyaratannya berbeda-beda, termasuk persoalan usia,” kata Jimly yang dihubungi pada Minggu (15/10).

Tokoh yang akrab disapa dengan panggilan Prof Jimly itu mencontohkan perbedaan usia pensiun dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN) dan UU TNI. UU ASN memungkinkan PNS yang menjadi pejabat pimpinan tinggi dan pejabat fungsional madya pensiun pada usia 60 tahun.

Adapun UU TNI memuat ketentuan tentang prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai paling tinggi 58 tahun. Itu pun batas usia maksimal bagi tentara golongan perwira, sedangkan untuk tamtama dan bintara hanya sampai umur 53 tahun.

“Apakah itu bisa dinilai sebagai diskriminasi? Tentu tidak. Itu adalah syarat pekerjaan yang berbeda-beda asal diatur dengan UU,” tutur Jimly.

Pendiri Jimly School of Law And Government itu menjelaskan DPR dan MK sama-sama sebagai pembentuk UU.

Jimly merujuk pendapat ahli hukum dari Austria Hans Kelsen tentang parlemen sebagai positive legislator, sedangkan MK sebagai negative legislator.

Prof Jimly menilai batasan usia capres dan cawapres yang sudah diatur dalam undang-undang bukan bentuk diskriminasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News