Anggaran Daerah Masih Dibajak Elit Lokal
Senin, 20 Desember 2010 – 06:52 WIB
Penyimpangan lain yang ditemukan BPK adalah penyalahgunaan bantuan parpol mencapai Rp 24,6 miliar. "Bantuan ini telah menjadi beban baru bagi anggaran daerah dan tidak bermanfaat apapun bagi masyarakat," kritik Hadi lagi.
Berangkat dari hasil audit BPK itu, FITRA juga menemukan adanya penyalahgunaan belanja perjalanan dinas oleh elit "elit darah sebesar Rp 50,8 miliar. Modusnya mulai perjalanan fiktif sampai tidak adanya pertanggungjawaban yang memadai. "Dana plesiran juga menjadi ajang tambahan uang penghasilan baru," sindirnya.
Semua ini semakin memperburuk kondisi keuangan daerah yang sudah sangat terbatas. Hadi mengingatkan pemerintah pusat selalu mengklaim anggaran ke daerah terus ditingkatkan. Tapi, sampai tahun 2010, porsi untuk daerah sebenarnya tidak pernah beranjak dari sekitaran 30 persen. Padahal, sebanyak 70 persen urusan sudah diserahkan ke pemerintah daerah. "Urusan diserahkan, sayangnya tidak diiringi dengan desentralisasi fiskal. Jadi, anggaran masih tetap didominasi pusat," katanya.
Keleluasaan daerah untuk mengelola keuangannya juga kian terbelenggu. Ini disebabkan adanya kebijakan pemerintah pusat untuk menaikkan gaji atau belanja pegawai sebesar 15 persen. "Sementara itu, rekrutmen pegawai negeri sipil yang harus dibiayai APBD seolah tidak bisa dihindari setiap tahunnya," ujar Hadi.
JAKARTA - Anggaran daerah masih menjadi "target empuk" yang rawan dibajak elit daerah. Pola yang digunakan bermacam "macam, mulai
BERITA TERKAIT
- Nilai IKIP Kaltim Meningkat, Masuk Tiga Besar Nasional
- Yorrys Raweyai: DPD Akan Mengawal Proses Pembangunan PIK 2 Tangerang
- BPMK Lanny Jaya Diduga Potong Dana Rp 100 juta dari 354 Kampung
- Kipin Meraih Penghargaan Utama di Temasek Foundation Education Challenge
- Sri Mulyani: Setiap Guru adalah Pahlawan yang Berkontribusi Besar bagi Kemajuan Indonesia
- Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan