Anggaran Panwas Pilkada Dipolitisasi

Evaluasi Pilkada 2010

Anggaran Panwas Pilkada Dipolitisasi
Anggaran Panwas Pilkada Dipolitisasi
JAKARTA – Pengawasan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang dilakukan panitia pengawas pemilu (panwaslu) acapkali tidak maksimal. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyebut terlambatnya pencairan anggaran kebutuhan Panwaslu sebagai satu penyebab kurang maksimalnya kerja Panwaslu.

”Jika Panwas menolak diajak berkolaborasi, maka anggaran kerap dipersulit,” kata Agustiani Tio Fridelina, anggota Bawaslu bidang Umum dan Organisasi dalam keterangan pers evaluasi pengawasan Pilkada 2010 di kantor Bawaslu, Jakarta, kemarin (20/12). Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini, bersama tiga anggota Bawaslu lain, Wahidah Suaib, Bambang Eka Cahya Widodo, dan Wirdyaningsih juga hadir dalam keterangan pers itu.

Menurut Tio, selama pilkada 2010, indikasi untuk mempersulit kerja panwaslu di pilkada sangat kental. Posisi itu terlihat jika incumbent di provinsi atau kabupaten/kota kembali mengajukan diri untuk bertarung dalam pilkada. Nah, posisi panwaslu kerap dimanfaatkan incumbent agar lembaga adhoc itu menjadi tangan kanan yang tidak lagi nyaring menindak pelanggaran pilkada. ”Terkadang anggaran cair, namun jumlahnya tidak masuk akal (terlalu minim, red),” ujarnya.

Sebagai contoh, pencairan anggaran yang dialami Panwaslu Kabupaten Karo. Tio menyatakan, saat ini pilkada sudah memasuki putaran II. Namun, anggaran untuk putaran I belum cair. Demikian halnya kecurangan di Pilkada Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Minimnya pencairan anggaran untuk Panwaslu Konawe Selatan menjadi bagian putusan Mahkamah Konstitusi membatalkan hasil pemungutan suara.

JAKARTA – Pengawasan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang dilakukan panitia pengawas pemilu (panwaslu) acapkali tidak maksimal. Badan Pengawas

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News