Anggota DPR Sebut Truk ODOL Tidak Bisa Dikambinghitamkan sebagai Perusak Jalan

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi V DPR RI Zigo Rolanda angkat bicara terkait truk Over Dimension Overloading (ODOL) yang dikambinghitamkan sebagai penyebab kerusakan jalan.
Menurutnya, penyebab kerusakan jalan itu banyak dan tidak hanya dilihat dari sisi lalu lintasnya saja. Kerusakan jalan juga ada kaitannya dengan masalah kualitas jalannya.
“Kalau jalannya nggak dibenerin dan cuma overlay saja, yang bertumpuk-tumpuk saja yang dibenahi, ini juga bermasalah bagi para pengguna jalan itu,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Dosen Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada (UGM), Latif Budi Suparma. Dia mengatakan kerusakan jalan itu disebabkan oleh faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal itu meliputi kendaraan yang bertonase berat atau dari lalu lintasnya, perubahan suhu yang drastis, dan iklim yang ekstrim, dan bencana alam.
Sedang yang dari internal itu adalah kondisi tanahnya yang tidak stabil, sistem drainasenya yang tidak berfungsi, perencanaan pengerasan jalan yang tidak sesuai standar, kualitas konstruksi yang buruk, dan kurangnya perawatan dan pemeliharaan jalan.
“Jadi, kita tidak boleh dengan serta merta mengkambinghitamkan ODOL sebagai penyebab utama kerusakan jalan. Memang ada pengaruhnya, tapi tidak serta merta itu,” tandasnya.
Menurutnya, dari sisi internal dan eksternal itu sama-sama merusak secara kombinasi. Selain itu, kelebihan muatan itu juga tidak bisa asal dilihat dari muatannya saja tapi dari gandarnya.
“Yang dihitung itu adalah beban gandarnya. Kita tidak bisa hanya menyatakan itu ODOL karena muatannya banyak. “Kendaraan barang itu punya konfigurasi gandar. Itu yang menentukan kelebihan muatan atau tidak,” katanya.
Dosen Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB), Sony S. Wibowo, juga mengatakan kerusakan jalan yang terjadi tidak selalu disebabkan karena adanya beban berlebih yang melewatinya. Menurutnya, pengaruh beban berlebih pada jalan itu baru akan terasa dalam satu tahun ke depan.
“Banyak orang mengatakan jalan rusak lalu berkilahnya itu karena beban, itu tidak benar. Kalau jalan itu dibangun dengan benar, pengaruh beban berlebih pada jalan itu baru terasa setahun kemudian. Jadi, tidak langsung rusak seperti yang sering terjadi selama ini,” ujarnya.
Dia juga menuturkan ada beberapa aspek yang bisa menyebabkan masalah kerusakan jalan. Di antaranya karena kualitas pekerjaannya, kualitas materialnya dan juga karena beban. Tapi, katanya, kalau suatu jalan itu rusak karena beban, itu biasanya terjadinya tidak segera.
“Jadi, misalnya jalan yang baru saja diperbaiki kemudian dalam waktu 2-3 bulan sudah rusak, itu hampir dipastikan bukan karena beban. Itu hampir dipastikan karena kualitas pekerjaan atau juga penggunaan material yang buruk, atau dua-duanya. Sudah materialnya buruk, kualitas pekerjaannya juga jelek,” kata Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Barat ini.
“Kami yang lulusan teknik sipil lebih tahu soal hal itu. Kalau misalnya jalan itu rusak bisa kelihatan, rusaknya itu karena kualitas bahan, rusak karena pekerjaannya yang buruk atau rusak karena beban. Itu karena jenis kerusakannya beda,” tambahnya.
Tapi, untuk masyarakat awam, menurut Sony, mereka tidak memahami bahwa jalan-jalan berlubang itu bukan otomatis karena beban yang berlebih tapi juga bisa karena kualitas pekerjaan dan material yang digunakan. Dia mengatakan bahwa hampir semua jalan-jalan yang ada di daerah-daerah itu rusak bukan karena beban tapi karena kualitasnya yang buruk.
“Nah, hampir semua jalan-jalan daerah itu rusaknya bukan karena beban, tapi terutama karena kualitas pekerjaan dan juga materialnya yang jelek,” ungkapnya.
Dia mencontohkan soal penggunaan spesifikasi batu pecah dalam pembangunan jalan misalnya. Menurutnya, bisa terjadi spesifikasi yang seharusnya digunakan itu adalah yang kelas A karena banyak kendaraan berat yang melaluinya, itu diganti dengan batu pecah kualitas B.
“Ini bisa terjadi karena pengawasannya yang rendah atau memang kontraktornya yang pintar sehingga bisa lolos dari pengawasan. Itu salah satu penyebab materialnya jelek dan jalannya akan cepat rusak. Kemudian itu dibilang karena ODOL. Itu jelas bukan karena ODOL,” ucapnya.
Contoh lainnya adalah saat membuat pengerasan jalan menggunakan aspal. Menurut Sony, aspal kalau dalam jalan itu fungsinya sebagai perekat batuan dan pengisi rongga untuk membuat jalan menjadi stabil. Kata Sony, aspal itu bisa bekerja efektif kalau dihamparkan pada suhu di atas 100 derajat Celsius.
Anggota Komisi V DPR RI Zigo Rolanda angkat bicara terkait truk Over Dimension Overloading (ODOL) yang dikambinghitamkan sebagai penyebab kerusakan jalan.
- Tegas! Kawendra Desak Bos Semen Singa Merah Bertanggung Jawab kepada Masyarakat Jember
- Pemerintah Diminta Pakai Teknologi Digital Untuk Memperketat Pengawasan Truk ODOL
- Razia ODOL Dinilai Tidak Efektif, Ini Saran Pengamat
- Warga Tagih Janji SF Hariyanto soal Perbaikan Jalan Cipta Karya Pekanbaru
- Banyak Aspirasi dari Masyarakat yang PAN Suarakan
- Apindo: Roadmap Zero ODOL Harus Mengadopsi Berbagai Kepentingan Strategis Negara