Angka Kehamilan Naik di Tengah Pandemi, Nih Datanya
"Prediksi ini secara biologis bisa ada benarnya, karena data di saya penurunan penggunaan kontrasepsi di bulan Maret dan April bisa 10 persen," kata Hasto kepada Hellena Souisa dari ABC News.
"Sedangkan perkiraan saya 10 persen itu bisa mencapai dua sampai tiga juta akseptor."
Menurutnya, bila pasangan usia subur yang putus KB melakukan hubungan seks dua sampai tiga kali seminggu, tingkat kehamilan bisa mencapai 15 persen.
"Jadi 15 persen dari dua sampai tiga juta berarti bisa [ada] 300.000 hingga 450.000 kehamilan."
Mewakili lembaga yang mencatat, memonitor, dan melakukan operasi terhadap masalah penggunaan alat kontrasepsi, Hasto mengatakan bahwa pandemi COVID-19 turut menghambat pasangan dalam mengakses alat kontrasepsi.
"[Pandemi ini] ada pengaruhnya karena KB banyak yang harus berulang dilayani setiap bulan. Ada yang harus ambil pil, suntik, pasang cabut susuk, pasang cabut IUD, operasi vasektomi dan tubektomi. Semua ini sangat terpengaruh."
Akseptor, menurut Hasto, pada umumnya merasa ragu untuk mengunjungi klinik atau fasilitas kesehatan karena takut tertular COVID-19, selain dari mengikuti anjuran organisasi dokter.
"Dan juga karena ada anjuran dari organisasi profesi dokter untuk tidak ke rumah sakit dulu kalau tidak emergency [atau darurat] sehingga akseptor menganggap bahwa KB bukan emergency."
COVID-19 juga tidak sepenuhnya mengubah rencana pasangan muda ini. Retno mengaku tidak menunda keinginan untuk mempunyai anak, meski dalam situasi pandemi.
- Dunia Hari Ini: Kelompok Sunni dan Syiah di Pakistan Sepakat Gencatan Senjata
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan