Angkutan Online Belum Menjamin Keselamatan Konsumen
Taksi online juga belum memberikan perlindungan kepada konsumennya jika terjadi kehilangan barang atau kecelakaan. Bahkan jika terjadi sengketa keperdataan dengan konsumen, proses arbitrasenya ada di Singapura.
"Ini jelas tidak adil dan tidak masuk akal bahkan merugikan konsumen," urainya.
Sementara, operator taksi online juga belum memberikan jaminan perlindungan data pribadi konsumennya. Bahkan dalam syarat dan ketentuan, operator transportasi online akan menjadikan data pribadi konsumen untuk dibagikan ke mitra bisnisnya, misalnya untuk obyek promosi.
Sedangkan dalam konteks persaingan usaha, sambungnya, tidak boleh ada operator atau pelaku usaha yang menerapkan kebijakan predatory tariff. Sebab, predatory tariff akan membunuh operator yang lain sehingga mematikan operasi operator lainnya.
Di sisi yang lain, YLKI mendesak kepada operator taksi konvensional untuk meningkatkan pelayanannya. Misalnya, kemudahan mengakses bagi konsumen semudah taksi online.
Jika perlu, Kemenhub juga mengaudit tarif taksi konvensional agar dibebaskan dari unsur inefisiensi. "Sehingga konsumen tidak menanggung tarif kemahalan karena ada unsur inefisiensi dalam tarif taksi konvensional," katanya.(cr2/JPG)
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, layanan transportasi berbasis aplikasi (online) sebenarnya
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Tegas, YLKI Tolak Kenaikan PPN 12 Persen
- Dipukul Oknum Polisi, Sopir Taksi Online Mengadu ke Polda
- Sukarelawan Harap Program Traktiran RIDO Bisa Membantu Pengemudi Ojek Online
- YLKI Minta Konsumen Gunakan Medsos Sebagai Cara Terakhir
- Dilantik Jadi Pj Wali Kota Bandung, Koswara Diminta Benahi Permasalahan Opang vs Ojol & Parkir Liar
- Akademisi: Status Ojol Perlu Dipertimbangkan Kembali Dampaknya bagi Pengemudi