Anies-Cak Imin Satu Forum dengan Habib Rizieq, Basarah PDIP Singgung soal Kedaulatan

jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengaku tidak mengomentari pertemuan Bakal Capres-Cawapres 2024 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dengan mantan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab.
"Kami serahkan pilihan, keputusan, dan aktivitas masing-masing bacapres dan partai pengusungnya sesuai dengan kedaulatan masing-masing," kata Basarah ditemui awak media di Jakarta, Kamis (28/9) malam.
Ketua Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres PDI Perjuangan (TKRPP-PDIP) mengatakan pihaknya memilih fokus mengurusi gerakan sukarelawan pendukung Ganjar Pranowo ketimbang pertemuan Anies-Cak Imin dengan Habib Rizieq.
Diketahui, Ganjar ialah sosok yang didukung PDIP bersama PPP, Hanura, dan Perindo menjadi Capres 2024.
"Kami hanya fokus pada gerakan relawan Ganjar Pranowo dan partai-partai pendukungnya yang senantiasa di dalam melakukan sosialisasi, kemudian menyampaikan pesan-pesan moral dan kebangsaan dari Mas Ganjar yang senantiasa mengembuskan napas persatuan nasional," ujar Basarah.
Sebelumnya, Anies-Cak Imin terpantau mengikuti sebuah acara yang juga dihadiri oleh mantan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab (HRS).
Anies-Cak Imin atau Amin tampak kompak mengenakan kemeja putih dengan peci berkelir hitam ketika hadir di acara tersebut.
Amin bahkan terekam duduk dengan mengapit HRS yang mengenakan gamis dan sorban berkelir putih.
Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah singgung soal kedaulatan terkait pertemuan Anies Baswedan - Cak Imin dengan eks Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab.
- Legislator PDIP Stevano Dorong MA Segera Membentuk Kamar Khusus Pajak
- Anggap Perkara Hasto Bentuk Pesanan, Maqdir Singgung Pemecatan Jokowi dan Keluarga
- Reaksi Hasto setelah Dengar Dakwaan KPK: Ini Daur Ulang demi Kepentingan Politik
- Hasto Kristiyanto: Tanpa Supremasi Hukum, Republik Ini Tak Akan Kokoh
- Rekan-Rekan Sekjen PDIP Hadir di Sidang Perdana, Pakai Kaus Hasto Tahanan Politik
- Sebelum Sidang, Hasto Sebut Kasusnya sebagai Kriminalisasi Politik