Annegret Haake, Separoh Hidupnya untuk Promosikan Batik
Selasa, 26 Februari 2013 – 08:26 WIB
Ketika memasuki usia 28 tahun, Annegret menyampaikan keinginannya untuk bersekolah lagi. Dia memilih jurusan teknik kimia dan farmasi di sebuah sekolah tinggi kejuruan bernama Technicom. Dia lulus dua tahun kemudian. Dia langsung ditawari mengajar di almamaternya. "Karena saya paling tua di angkatan saya," ujarnya, lantas terbahak.
Pada 1966 Annegret memutuskan keluar dari sekolah itu. Dia lantas bekerja di Frankfurt University sebagai ahli teknik kristalografi yang merupakan sains eksperimental untuk menentukan susunan atom dan zat padat. Saat menekuni dunia kristalografi, Annegret mulai jatuh cinta dengan beragam pola. Pada 1968 dia mulai mengoleksi bermacam-macam pola kain. "Everywhere I go, I look for pattern," katanya.
Pertemuan Annegret dengan batik terjadi pada 1970. Kala itu dia berlibur bersama teman-temannya ke Indonesia. Perjalanan tersebut bertepatan dengan penerbangan perdana Garuda dari Frankfurt ke Jakarta. Dia mengunjungi sejumlah kota di Indonesia. Mulai Jakarta, Bogor, Makassar, Surabaya, Bali, hingga Jogja.
"Sebelum berkunjung ke Indonesia, yang sudah tahu batik, wayang kulit, dan nasi goreng," ujarnya.
JAUH sebelum UNESCO mengakui batik sebagai World Cultural Heritage pada 2009, segelintir orang Jerman sudah menaruh perhatian besar terhadap warisan
BERITA TERKAIT
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408
- Melihat dari Dekat Upaya Tanoto Foundation Membentuk Generasi Unggul di TSG 2024