Antara Yenny Wahid dan Bonus Demografi Indonesia
Agama juga mengajarkan kedamaian dan kerukunan di antara manusia dan sesama makhluk.
Selain itu, agama mengajarkan budi pekerti yang luhur, hidup tertib, dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku dalam masyarakat.
Namun, ajaran agama juga bisa menimbulkan disintegrasi bila dipahami secara sempit dan kaku.
Di antaranya, setiap pemeluk agama menyakini bahwa agama yang dianutnya adalah jalan hidup yang paling benar. Hal itu dapat menimbulkan prasangka negatif atau sikap memandang rendah pemeluk agama lain.
Lalu, mana faktor tersebut yang paling dominan? Menarik untuk menyimak ucapan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama Din Syamsuddin usai bertemu ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) pada 31 Oktber 2017.
Din mengatakan, konflik antaragama yang kerap terjadi belakangan ini bukan murni karena faktor ajaran agama.
Konflik yang lahir justru disebabkan karena sejumlah faktor nonagama seperti politik, ekonomi, dan hukum.
"Ada yang bisa tokoh agama lakukan, tapi juga ada peran dari para tokoh negara, dari partai politik untuk mengeliminasi dari daya rusak faktor nonagama ini terhadap kerukunan," kata Din.
Indonesia menghadapi dua masalah besar dalam beberapa tahun ke depan. Yakni, terkait konflik agama dan bonus demografi.
- Bamsoet: Prabowo Menyambut Baik Keputusan MPR Terkait Bung Karno, Soeharto, dan Gus Dur
- Delapan Prabowo
- Tiga Presiden
- TAP MPR II/2001 Sudah Tidak Berlaku, Bamsoet Desak Segera Pulihkan Nama Baik Gus Dur
- Dewan Syura PKB: Pencabutan TAP MPR Memulihkan Nama Baik Gus Dur
- TAP MPR Soal Gus Dur Dicabut, Cak Imin Mengapresiasi Perjuangan Fraksi PKB