Anti-Kritik dan Memusuhi Media, Dia Trump-nya Asia Tenggara
jpnn.com, MANILA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuai cibiran di sana sini karena gaya kepemimpinannya. Kebijakan-kebijakan kontroversial taipan 71 tahun itu juga selalu sukses melahirkan gerakan anti-AS dan anti-Trump di mana-mana. Kendati demikian, gaya itu banyak ditiru oleh para pemimpin Asia Tenggara.
Senin (29/1), CNN melaporkan bahwa Filipina, Kamboja, dan Myanmar adalah pengekor kebijakan Trump di Asia Tenggara. Pemimpin tiga negara itu menggunakan banyak istilah yang sama dengan AS untuk mendiskreditkan lawan politik.
Namun, mungkin Presiden Rodrigo Duterte lah yang paling pantas, di antara ketiganya, menyandang julukan Trump-nya Asia Tenggara.
Menggunakan kata mata-mata, media ala mafia, dan tentu saja fake news alias berita bohong adalah beberapa jurus Trump yang dipraktikkan Duterte. Bukan hanya bahasa, dia juga mempraktikkan gaya kepemimpinan yang sama.
’’Ini tren yang sangat mengkhawatirkan,’’ kata Shawn Crispin, perwakilan senior Komite Perlindungan Jurnalis (Committee to Protect Journalists alias CPJ) Asia Tenggara.
Dia menyatakan bahwa klaim pemerintahan Duterte tentang situs berita independen Rappler yang gemar memproduksi fake news tidak berbeda dengan tuduhan Trump terhadap CNN atau media independen AS lainnya.
Tidak sekadar menjatuhkan citra Rappler, pemerintahan Duterte bahkan lantas mencabut izin media tersebut. Itu merupakan cara halus Manila untuk menutup Rappler.
Di negara yang tercatat sebagai salah satu negara paling tidak aman bagi jurnalis itu, kejahatan terhadap awak media tak terhitung lagi. Ancaman, penculikan, serangan, pemenjaraan, sampai pembunuhan terhadap jurnalis sering terjadi di sana.