Antisipasi Dampak Rupiah Loyo

Oleh: Said Abdullah - Ketua Badan Anggaran DPR RI

Antisipasi Dampak Rupiah Loyo
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah sekaligus Ketua Bidang Perekonomian DPP PDI Perjuangan. Foto: Dokumentasi Pribadi

jpnn.com - Sejak The Fed, Bank Sentral Amerika Serikat memberlakukan suku bunga tinggi sebagai respons atas inflasi tinggi akibat kenaikan harga komoditas global.

Pasalnya, Perang Rusia dan Ukraina yang berkecmuk berdampak pada sejumlah mata uang lokal mengalami tekanan hebat, di antaranya Lira, Yen, Won, Bath, Real, Peso hingga Rupiah. Semuanya terjerembab.

Years to date, Rupiah di level Rp 15.317 - 16.483/ US Dolar. Dibandingkan dengan tahun lalu, posisi rupiah malah minus 5,25 persen.

Kecenderungan rupiah loyo disebabkan situasi eksternal dan internal. Belakangan investor menarik diri, khususnya dalam perannya sebagai buyer di Surat Berharga Negara (SBN).

Investor asing melepas SBN sejak pandemi covid19. Pada tahun 2019, porsi asing dalam SBN sebanyak 38,5 persen, setahun kemudian tinggal 25,1 persen, dan akhir Mei 2024 tersisa 14 persen.

Perginya investor asing pada SBN mengakibatkan kepemilikan US Dolar (USD) juga kian menurun.

Musabab lainnya, harga komoditas ekspor andalan Indonesia seperti batubara, dan CPO pada tahun 2023 dan 2024 tidak setinggi tahun 2022.

Sejak pertengahan tahun 2023 hingga kini harga batubara hanya dikisaran 120 an USD/ ton, padahal awal kuartai II 2022 hingga kuartail I 2023 harga batubara dilevel 400 USD/ton.

Sejak The Fed, Bank Sentral Amerika Serikat memberlakukan suku bunga tinggi sebagai respons atas inflasi tinggi akibat kenaikan harga komoditas global.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News