Antisipasi ISIS, Revisi RUU Anti Terorisme Jangan Molor

Antisipasi ISIS, Revisi RUU Anti Terorisme Jangan Molor
Ilustrasi. Foto: AFP

Itu dibuktikan dengan serangkaian aksi terorisme di Indonesia yang dilakukan atas perintah Bahrun Naim, anggota ISIS asal Indonesia yang kini berada di Suriah.

Selain itu, fenomena FTF juga harus mendapat perhatian lebih.

Bukti bahwa beberapa waktu lalu, ada beberapa warga Uighur yang bergabung dengan kelompok Santoso di Poso menjadi hal yang tidak terbantahkan.

Pengacara yang juga pakar deradikalisasi dari sisi hukum ini menilai, Amerika Serikat jauh lebih antisipatif dalam menghadapi terorisme dengan melarang pendatang dari tujuh negara yang berpotensi teroris ke Amerika.

"Di Indonesia, hukumnya masih sangat lemah dalam menghadapi kejahatan terorisme. Kalau hukumnya (UU) tidak segera diubah dan disahkan, maka tindakan dan perilaku terorisme akan makin tinggi," tegas Suhardi.

Dalam pandangannya, revisi atas UU Anti Terorisme itu tidak terlalu banyak. Salah satunya mengenai penambahan wewenang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam melakukan penindakan hukum (law enforcement) terhadap pelaku kejahatan tindak pidana terorisme.

"Penegak hukum (BNPT) harus diberikan hak-hak khusus seperti menangkap, manahan, under cover dalam perspektif intelijen, serta hak-hak khusus lainnya seperti tindakan nonlitigasi dalam kerangka pengentasan kemiskinan bagi para narapidana terorisme," tutur Suhardi.

Revisi UU Anti Terorisme juga harus memperkuat kelembagaan BNPT di daerah-daerah terutama yang rawan konflik.

Ancaman terorisme ke Indonesia, terutama dari kelompok militan ISIS dan Foreign Terrorist Fighter (FTF) semakin nyata di depan mata.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News