Antisipasi Radikalisme, Kebijakan Pilkada Harus Fleksibel
jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum Suhardi Somomoeljono mengatakan, mewujudkan Indonesia tanpa radikalisme dan terorisme pada 2018 memerlukan usaha keras.
Sebab, tahun ini akan diselenggarakan pilkada di 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten.
Bukan tidak mungkin pilkada akan dimanfaatkan kelompok tertentu untuk melakukan tindakan radikalisme dan terorisme.
Selain itu, potensi benturan antarpendukung kandidat juga sangat tinggi.
Karena itu, harus ada strategi dari pemerintah untuk mengantipasi hal-hal negatif yang mungkin bisa terjadi.
“Harapan saya dalam pelaksanaan pilkada serentak pemerintah harus benar-benar fleksibel dalam menerapkan segala kebijakan. Salah satunya penegakan hukum,” ujar Suhardi, Selasa (2/1).
Menurut dia, penegakan hukum harus senantiasa mengacu pada model hukum yang responsif dan bukan represif.
Selain itu, dia juga mengimbau para politikus tidak saling menyerang dengan memanfaatkan hukum sebagai alat propaganda.
Pakar hukum Suhardi Somomoeljono mengatakan, mewujudkan Indonesia tanpa radikalisme dan terorisme pada 2018 memerlukan usaha keras.
- BNPT Bakal Bentuk Satgas Kontra Radikalisasi Untuk Cegah Terorisme
- BSKDN Ungkap Isu-Isu Strategis dalam Evaluasi Pilkada 2024
- Penasihat Hukum Minta Majelis Hakim Soroti Rekomendasi Bawaslu terkait Pilkada Madina
- Saat Hakim MK Cecar KPU-Bawaslu terkait Tuduhan Tanda Tangan Palsu di Pilgub Sulsel
- Amerika Coret Kuba dari Daftar Hitam Negara Pro-Terorisme, Selamat!
- Reaksi Ahmad Luthfi soal Andika-Hendi Cabut Gugatan Pilgub Jateng di MK