Antisipasi Radikalisme, Kebijakan Pilkada Harus Fleksibel

Antisipasi Radikalisme, Kebijakan Pilkada Harus Fleksibel
Tempat pemungutan suara pada Pilkada 2017. Foto/ilustrasi: dokumen JPNN.Com

Contohnya, calon kepala daerah yang berstatus tersangka tidak perlu dilarang dalam kontestasi pilkada sampai ada keputusan hukum yang tetap.

Kecuali seseorang ditahan karena pembunuhan, makar, terorisme, pemerkosaan, dan narkotika.

Hal itu penting untuk menghindari terjadinya politisasi antarkontestan yang saling menghancurkan melalui hukum pidana.

“Bila itu terjadi, maka kemungkinan ‘perang’ antarpendukung akan sulit dihindari. Otomatis radikalisme pasti akan mengekor kejadian-kejadian tersebut. Makanya, semua harus diantisipasi dengan strategi-strategi yang berpihak pada perdamaian,” imbuh Suhardi.

Suhardi mengungkapkan, pilkada serentak merupakan political will dari suatu negara sebagai perwujudan dari demokrasi.

“Pengalaman pada pilkada DKI Jakarta lalu harus dijadikan pegangan dalam menjaga kedamaian dan keutuhan NKRI. Apalagi, pilkada serentak ini lingkupnya sangat besar dibandingkan dengan DKI Jakarta,” pungkas Suhardi. (jos/jpnn)


Pakar hukum Suhardi Somomoeljono mengatakan, mewujudkan Indonesia tanpa radikalisme dan terorisme pada 2018 memerlukan usaha keras.


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News