Apakah Anda Setuju Penunggak Iuran BPJS Kesehatan Disanksi?
![Apakah Anda Setuju Penunggak Iuran BPJS Kesehatan Disanksi?](https://cloud.jpnn.com/photo/arsip/watermark/2019/09/04/petugas-sedang-melayani-pendaftaran-pengguna-bpjs-kesehatan-di-rumah-sakit-foto-ricardojpnncom.jpeg)
jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah akan menerapkan sanksi bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang menunggak pembayaran iuran BPJS Kesehatan.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mendukung rencana pemerintah tersebut.
"Untuk mendidik masyarakat supaya dia taat, harus ada sanksi," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Rabu (9/10).
Agus Pambagio mengatakan, peraturan atau kebijakan apa pun yang dibuat oleh pemerintah dalam hal ini BPJS Kesehatan, tidak akan berjalan efektif selama sanksi belum diterapkan.
Menurut dia, hampir semua negara beradab dan teratur saat ini semuanya juga menerapkan kebijakan sanksi bagi masyarakat yang tidak patuh terhadap kebijakan publik. "Jadi intinya saya setuju," ujar dia.
Apakah penerapan sanksi dari BPJS Kesehatan ini akan efektif? Agus mengatakan, hal itu hanya dapat dilihat dan dievaluasi setelah penerapan kebijakan kepada masyarakat dilakukan.
Agus yakin apabila kebijakan itu telah diterapkan pemerintah melalui sebuah peraturan yang tegas, maka otomatis masyarakat akan patuh untuk pembayaran premi BPJS Kesehatan.
Salah satu sanksi yang akan diterapkan pemerintah yaitu terganggunya layanan atau pengurusan paspor bagi peserta BPJS Kesehatan yang menunggak. Namun, Agus menilai hal itu merupakan risiko bagi penunggak .
Pemerintah akan menerapkan sanksi bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang menunggak pembayaran iuran BPJS Kesehatan.
- Rapat Bareng DPR, Menkes Ungkap Alasan Perlunya Iuran BPJS Kesehatan Naik
- Begini Nasib Karyawati PT Timah Penghina Honorer Pengguna BPJS
- Karyawati Bikin Konten Menghina Honorer, PT Timah Angkat Bicara
- Kelakuan Karyawati PT Timah Penghina Honorer Ini Bikin Geram Netizen, Duh
- Saleh Ingatkan Pemerintah Waspada soal Defisit BPJS Kesehatan
- BPJS Kesehatan Jateng-DIY Bayar Klaim Rp 29,7 Triliun pada 2024