Aplikasi Pakem Dikhawatirkan Dimanfaatkan Kaum Intoleransi
jpnn.com, JAKARTA - Aplikasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) atau dikenal dengan aplikasi Smart Pakem yang telah diluncurkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta beberapa waktu lalu, menuai polemik.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil menilai, aplikasi tersebut bagus dan merupakan langkah maju karena masyarakat memiliki saluran yang tepat dalam melaporkan pihak-pihak yang dianggap mengembangkan aliran kepercayaan maupun aliran yang diduga sesat dan menyimpang.
"Kami apresiasi karena kejaksaan telah memanfaatkan teknologi untuk menyapu apa yang mereka perankan kepada masyarakat," kata Nasir saat dihubungi, Selasa (27/11).
Meski demikian, Nasir mengingatkan kepada Kejati DKI agar laporan masyarakat itu memiliki kriteria. Salah satu kriterianya adalah agar masyarakat tidak merasa takut dalam melaporkan.
"Jadi diharapkan simpel saja orang memberikan laporan tinggal nanti kejaksaan menindaklanjuti dengan fungsi intelijen yang ada pada mereka," kata Nasir.
Sementara itu, Juru Bicara PSI Guntur Romli menyatakan menolak aplikasi tersebut. Sebab, aplikasi itu memungkinkan satu lembaga melakukan penghakiman terhadap aliran kepercayaan.
"Sikap PSI soal aliran kepercayaan masyarakat, yang harus dikedepankan adalah dialog, bukan penghakiman," ujar Romli.
Dia menambahkan, pihaknya melihat pengawasan terhadap aliran kepercayaan masyarakat telah dijadikan sebagai dalih persekusi oleh kelompok-kelompok garis keras. Para pengawas ini tidak bisa menerima adanya perbedaan.
Pengawasan melalui Pakem terhadap aliran kepercayaan masyarakat telah dijadikan sebagai dalih persekusi oleh kelompok garis keras.
- Please, Jangan Khawatir soal Aplikasi PAKEM dari Kejati DKI
- Aplikasi Pakem Dianggap Bertentangan dengan Hak Warga Negara
- Komnas HAM Minta Aplikasi Pakem Kejati DKI Dihapuskan
- Aplikasi Pakem Kejati DKI Dianggap Bagus untuk Pengawasan
- Aplikasi Pakem Kejati DKI Bisa Minimalisir Persekusi
- PSI Tolak Aplikasi PAKEM Kejaksaan