APPRIR Desak Pemerintah Ubah Aturan Tata Niaga Rotan, Revisi Permendag 35/2011

APPRIR Desak Pemerintah Ubah Aturan Tata Niaga Rotan, Revisi Permendag 35/2011
Ketua Umum APRRIR Hindaru soal tata niaga rotan. Foto: supplied

Kegiatan ekspor ilegal harus dipandang sebagai akibat dari lesunya permintaan rotan dalam negeri yang sudah belasan tahun berlangsung.

Hal itu menurutnya dipicu Permendag Nomor 35 Tahun 2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan yang isinya melarang seluruh ekspor komoditas tersebut secara mentah dan setengah jadi ke luar negeri.

Oleh karena itu, APRRIR meminta pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memperhatikan potensi bahan baku rotan agar dapat memberikan efek bagi perekonomian nasional dengan merevisi Permendag 35/2011 tersebut.

"Petani dilarang ekspor ke luar negeri, tetapi di dalam negeri rotan mereka juga tidak terserap. Industri rotan dalam negeri tidak mampu maksimal. Terbukti nilai ekspor furnitur rotan juga tidak membaik untuk aturan yang telah berlaku selama 14 tahun ini," tutur Hindaru.

Terlebih lagi sudah banyak industri pengolahan bahan baku di daerah yang berguguran. Dia memperkirakan saat ini industri pengolahan rotan hanya tersisa 10 persen.

APPRIR menilai proteksi atau larangan ekspor bahan baku rotan ini tidak mendorong pertumbuhan industri mebel rotan yang berpusat di pulau Jawa. Malahan banyak yang sudah beralih menggunakan rotan sintetis atau plastik hasil impor dari RRC.

"Selama 14 tahun adanya larangan ekspor bahan baku rotan maka , rotan yang tumbuh di hutan semakin banyak volumenya karena terus bertumbuh tanpa pernah dipanen. Kalaupun dipanen, jumlahnya terbatas. Nilai ekonomis rotan juga sudah tidak besar karena larangan ekspor," ungkapnya.

APPRIR juga mendesak agar pemerintah bisa membuat kebijakan tata kelola ekspor rotan mentah agar lebih adil kepada petani dan pengusaha, sehingga budi daya rotan dan industrinya tidak mati semua.

APPRIR meminta pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengubah aturan tata niaga rotan Indonesia agar memberi kontribusi pada perekonomian nasional.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News