Arah Kebijakan Politik Hukum Terkait RUU Tentang Komisi Yudisial

Oleh: I Wayan Sudirta, SH, MH - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan

Arah Kebijakan Politik Hukum Terkait RUU Tentang Komisi Yudisial
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali I Wayan Sudirta. Foto: Dokumentasi pribadi

Tugas dan kewenangan KY dalam Pasal 13 dan 20 UU KY yang menegaskan kewenangan KY untuk mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR, menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.

Selanjutnya dalam Pasal 21, Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi.

Namun dalam perjalanannya, ketentuan yang mengatur tugas dan kewenangan ini, kemudian mendapat judicial review untuk menguji dampaknya terhadap asas independensi hakim.

Dalam putusan MK No. 005/PUU-IV/2006, MK membatalkan Pasal 1 angka 5, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 Ayat (1) huruf e, Pasal 22 Ayat (5), Pasal 23 Ayat (2), (3) dan (5), Pasal 24 Ayat (1), Pasal 25 Ayat (3) dan (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

Konsekuensinya adalah kini KY hanya menjalankan fungsi pengawasan yang bersifat eskternal dan pengusulan sanksi sudah tidak mutlak lagi.

Selain itu, MK juga mengeluarkan putusan terkait dengan kewenangan KY dalam seleksi hakim, yakni, dengan Putusan No. 43/PUU-XIII/2015 yang diajukan oleh perwakilan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang mempermasalahkan Pasal 14A UU No. 49 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan rumusan serupa dalam UU Nomor 50 Tahun 2009 (Perubahan UU Peradilan Agama) dan UU Nomor 51 Tahun 2009 (Perubahan UU Peradilan Tata Usaha Negara), dimana proses seleksi hakim yang dimandatkan UU yang dilakukan oleh MA bersama KY, dianggap merupakan intervensi terhadap independensi peradilan dan menyebabkan MA bergantung pada KY untuk melaksanakan seleksi hakim.

Putusan ini memberikan kewenangan hanya kepada MA untuk mengadakan seleksi hakim di lingkup peradilan umum, agama, dan tata usaha negara.

Sebagai perbandingan umum, kewenangan lembaga sejenis Komisi Yudisial diatur secara berbeda pula di berbagai negara. Di negara-negara Eropa Selatan, lembaga ini cenderung memiliki kewenangan terbatas, yaitu rekrutmen hakim, melakukan mutasi dan promosi, serta pengawasan dan pendisiplinan hakim.

Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta mengatakan Indonesia mengenal sistem ketatanegaraan yang membagi kekuasaan yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News