Arief Poyuono: Diupah per Jam, Buruh Ambil Motor, Beli Rumah, Bank tak Akan Mau
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono menegaskan posisinya terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, yang menjadi salah satu program besar Presiden Joko Widodo untuk memudahkan investasi dan penciptaan lapangan kerja baru.
Arief menegaskan bahwa dirinya akan berada bersama buruh untuk menolak selama RUU tersebut tidak berpihak kepada buruh.
Sekalipun partainya yang kini berada di barisan pemerintah, mendukung RUU Omnibus Law itu.
"Saya melihat omnibus law ini akan merugikan kaum pekerja, maka saya serukanlah kepada seluruh serikat buruh untuk menolak omnibus law yang berhubungan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan," ucap Arief dalam program NGOMPOL (Ngobrol Politik) JPNN.com, beberapa hari lalu.
Salah satu poin yang dikhawatirkan ketua umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu ini adalah masalah upah per jam.
Hal itu menurut dia akan membuat kaum buruh semakin miskin dan posisi pekerja sulit dipercaya.
Satu contoh, kata Arief, ketika buruh mau mengajukan pinjaman ke perbankan, maka dengan skema upah per jam, pekerja tidak akan kesulitan mendapatkan kredit.
"Artinya tidak ada bank yang percaya kepada buruh karena pekerjaannya (gaji, red) yang tidak tetap. Dampaknya ada nanti kalau misalkan buruh ambil motor, beli rumah, bank tidak akan mau karena tidak ada penghasilan tetap, dibayar berdasarkan jam-jaman," tutur Arief.
Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono secara tegas menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang di dalamnya mengatur upah buruh per jam.
- Arief Poyuono: Judi Online Sudah Menjamur sebelum Budi Arie Jadi Menkominfo
- Bicara Cadangan Devisa Era Prabowo, Arief Poyuono Singgung Era Mulyono
- Francine Minta Semua Pihak Kedepankan Dialog soal Tuntutan Kenaikan Upah Buruh
- Sekjen Gerindra Usul Ekspor Pasir Laut Ditunda, Arief Poyuono: Tidak Elok
- FSP BUMN Bersatu Soroti Potensi Korupsi di Masa Transisi Kekuasaan
- Arief Tanggapi Isu Airlangga Mundur dari Ketum Golkar, Analisisnya Ngeri