Arief Poyuono: Jangan Sampai Cetak Uang Rp600 Triliun Jadi Kiamat Ekonomi Indonesia
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mempertanyakan sikap Badan Anggaran (Banggar) DPR yang mengusulkan Bank Indonesia mencetak uang hingga Rp600 triliun.
“Banggar DPR RI setujui BI cetak uang Rp600 triliun ini ada apa ya? Jangan-jangan ini BLBI jilid kedua kali ya?” kata Arief, Rabu (6/5).
Arief menambahkan atau jangan-jangan jualannya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berupa global bond dalam denominasi mata uang asing tidak ada atau cuma sedikit yang beli.
“Jadi ya satu-satunya jalan ya cetak rupiah,” kata Arief.
Sebelumnya, Ketua Banggar DPR Said Abdullah memberikan rekomendasi kepada Bank Indonesia agar mencetak uang Rp400 triliun hingga Rp600 triliun untuk penanganan dampak corona. Sebab, skenario penganggaran pemerintah untuk penanganan Covid-19 dianggap tidak cukup.
“It's ok sih cetak uang rupiah sebanyak itu oleh BI, tetapi kalau pengawasan dan pengendalian tidak bagus maka akan jadi kiamat ekonomi Indonesia,” ungkap Arief Poyuono.
Arief mengatakan kebijakan tersebut harus diawasi dengan ketat. Dia mengingatkan jangan sampai suntikan dana kepada sejumlah pengusaha dan bank-bank yang mengaku usahanya hancur akibat dampak Covid-19, justru disalah gunakan oleh mereka.
“Misalnya begitu dapat dana langsung ditukarkan dengan mata uang dolar Amerika dan Singapura, lalu disimpan di luar negeri dan habis itu mengaku bangkrut dan menyerahkan aset-aset sampah ke pemerintah,” kata Arief.
Badan Anggaran (Banggar) DPR mengusulkan Bank Indonesia mencetak uang hingga Rp600 triliun.
- PPN Bakal Naik 12 Persen, Gaikindo Merespons Begini
- Sri Mulyani Keukeuh PPN Naik jadi 12 Persen pada 2025, Siap-Siap ya Rakyat!
- Bea Cukai Beri Ruang Pelaku UMKM Promosikan Produknya di Atambua International Expo 2024
- Sri Mulyani Buka-bukaan soal Peluang APBN Perubahan, Permintaan Prabowo?
- Sri Mulyani Akui Kemenangan Donald Trump Punya Pengaruh Besar
- Arief Poyuono: Judi Online Sudah Menjamur sebelum Budi Arie Jadi Menkominfo