Arsul Berkukuh Pasal Penghinaan Presiden Diperlukan, meski Sudah Dibatalkan MK, Begini Alasannya
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengomentari munculnya kembali pasal terkait penghinaan presiden/wakil presiden dalam rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKHUP), meski sebelumnya Mahkamah Konstitusi telah membatalkan sejumlah pasal terkait penghinaan kepada presiden dalam KUHP.
Arsul menilai, ketentuan pidana terkait penghinaan terhadap presiden atau penyerangan terhadap pemegang kekuasaan, harus tetap ada.
Ia beralasan, sejumlah negara demokrasi juga tetap mempertahankan pasal terkait penghinaan pada pemegang kekuasaan.
"Saya ingin ajak kita di samping melihat dari sisi pandang internal, perlu melakukan 'benchmarking' terkait 'lese majeste' hukum terkait dengan penyerangan kepada pemegang kekuasaan, khususnya kepala negara, bagaimana di negara lain," ujar Arsul dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR dengan Menteri Hukum dan HAM di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (9/6).
Politik Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu kemudian menyebut sejumlah negara demokrasi yang tetap mempertahankan "lese majeste" yaitu ketentuan pidana tentang penyerangan terhadap pemegang kekuasaan, khususnya kepala negara.
Antara lain, Denmark, mengaturnya dalam Pasal 115 KUHP dengan ancaman pidana 4 tahun.
Kemudian Islandia, terdapat pada Pasal 101 KUHP dengan ancaman pidana 4 tahun.
Belgia mengaturnya dalam UU dari tahun 1847 yang menyebutkan menghina kepala negara diancam pidana 3 tahun.
Arsul berkukuh pasal penghinaan terhadap presiden tetap diperlukan meski sebelumnya telah dibatalkan MK, begini alasannya.
- Canda Habiburokhman Sebut Steven Seagal Ikut Memilih Capim dan Cadewas KPK
- Komisi III Pilih Komjen Pol Jadi Ketua KPK, Pernah Menjabat Kapolda Sulut
- Komisi III DPR Pilih 5 Pimpinan KPK 2024-2029, Setyo Budiyanto Jadi Ketua
- Hari Ini, Komisi III DPR Mulai Uji Kepatutan dan Kelayakan 10 Calon Dewas KPK
- Soal Putusan MK, PDIP Tak Akan Diam Jika ASN hingga TNI-Polri Melanggar Netralitas
- Komisi III DPR Menghadapi Dilema dalam Memilih Pimpinan dan Dewas KPK, Apa Itu?