Atasi Judi, Perlu Gerakan Kebudayaan

Oleh: MH. Said Abdullah - Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim sekaligus Ketua Badan Anggaran DPR RI

Atasi Judi, Perlu Gerakan Kebudayaan
Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim sekaligus Ketua Badan Anggaran DPR RI MH Said Abdullah. Foto: Dokumentasi pribadi

Menanggapi protes sosial, terutama dari kalangan agamawan, pemerintah orde baru mengubah kebijakan perjudiannya.

Orde baru memperhalus dan menyembunyikan kegiatan perjudian yang dilegalkannya dengan istilah sumbangan sosial.

Pada era tahun 1980-1990 an kita mengenal SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah). Banyak penjudi tergila gila mendapatkan hadiah dari perjudiannya melalui SDSB hingga Rp 1 miliar.

Angka yang sangat fantastis di era itu. Kegiatan ini disahkan oleh Menteri Sosial melalui SK Menteri Sosial nomor 29/BSS 1987. Bahkan nomor undian yang keluar dari SDSB diumumkan luas melalui radio radio pemerintah.

Protes mahasiswa dan kalangan agamawan meluas, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram untuk kegiatan SDSB. Pemerintah akhirnya menghentikan kegiatan SDSB pada tahun 1993.

Apakah sejak kegiatan perjudian resmi ditutup sejak saat itu, dengan serta merta kegiatan perjudian tersembunyi tidak berlangsung?

Banyak cerita beragam kegiatan perjudian masih berlangsung, baik skala kampung dengan nilai transaksi recehan, hingga judi kelas atas dengan transaksi jumbo.

Berkembangnya internet di Indonesia, sejalan dengan pembangunan infrastruktur digital yang dijalankan oleh pemerintah sepuluh tahun terakhir rupanya juga menjadi wahana yang dimanfaatkan oleh penjudi.

Sejarah perjudian seiring, sejalan dengan peradaban manusia. Perjudian dianggap kegiatan menyimpang di setiap peradaban.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News