Atasi Krisis Kedelai, Butuh 500 Ribu Hektar Areal Baru
Sabtu, 28 Juli 2012 – 23:42 WIB
![Atasi Krisis Kedelai, Butuh 500 Ribu Hektar Areal Baru](https://cloud.jpnn.com/photo/image_not_found.jpg)
Atasi Krisis Kedelai, Butuh 500 Ribu Hektar Areal Baru
Pria yang pernah menjabat sebagai Dirjen Tanaman Pangan ini sepakat bila kebijakan penghapusan bea masuk impor kedelai dan pengaturan importasi. Namun solusi ini hanya bersifat jangka pendek yang tepat dan mesti diambil namun mesti ditegaskan bahwa ini hanya solusi jangka pendek.
"Untuk menghindarkan diri kembali bangsa ini terjebak dalam persoalan yang sama maka solusi jangka panjang dan berkelanjutan seyogyanya diakselarasi melalui pembukaan dan pencetakan areal baru, peningkatan produktivitas melalui penggunaan benih unggul yang sesuai dengan agroklimatoligi kita, proteksi dan jaminan harga sehingga minat petani kedelai kembali lagi untuk brcocok tanam kedelai. Saya kira kalau apresiasi dan harga yang diterima petani bagus, itu akan menjadi insentif yang tepat bagi petani tuk mlakukan usahatani kedelai,"
Jafar mengungkapkan Indonesia mengimpor 50 persen kedelai sekitar 1,8 juta ton untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri setiap tahunnya, baik untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga maupun tuk industri. Untuk menutupi kekurangan ini, diperlukan setidaknya 500 ribu hektar areal baru. Kita memiliki ketersediaan lahan yang memadai untuk ini. (awa/jpnn)
JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Demokrat di MPR, Jafar Hafsah menyayangkan hilangnya tempe dan tahu di pasaran. Menurutnya, krisis tempe dan tahu tidak
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- PKB Ogah Usung Kaesang di Pilkada Jateng, Cak Imin Lebih Memilih Sosok Ini
- Terima Pantarlih di Kediamannya, Sekjen PDIP Singgung Kisruh DPT pada 2009
- Konsolidasi Jelang Pilkada 2024, Mardiono Gerilya ke Kabupaten Pesisir Barat Lampung
- Said Abdullah PDIP Dorong Penguatan Peran MPR Lewat Amendemen UUD 1945
- Demi Maju Pilkada, Sekda Karawang Acep Jamhuri Memilih Pensiun Dini
- Mengkritisi Wacana Amendemen UUD 1945 Kembali ke Naskah Asli, Sultan: Tidak Realistis