Atmosfer Hutan

Atmosfer Hutan
Atmosfer Hutan

jpnn.com - PAGI itu mendung menghiasi langit Balikpapan, Kaltim. Saya ingin merasakan atmosfer hutan tropis yang sering Menhut Zulkifli Hasan ceritakan itu, sekaligus refreshing setelah Sabtu-Minggu RUPS dan Rapat Grup Jawa Pos di Surabaya. Jarum pendek masih di posisi angka tujuh WIB, pukul 08.00 WITA.

Saya satu di antara rombongan speed boat kloter satu, bersama 25 penumpang lain, menyeberang laut, dan menyusuri mulut sungai yang besar dan jejeran pohon bakau kiri-kanan yang rapat. Satu jam saya meluncur cepat di atas air bersama Menhut, dan rombongan Menteri Pembangunan Internasional Inggris, Andrew Mitchell (tengah) dan Duta Besar Kerajaan Inggris untuk Indonesia, Mark Canning.

Sampai di dermaga, kami melanjutkan perjalanan darat dengan mobil ban besar, fortuner dan 4x4 double cabin. Dua jam melewati bukit, naik turun, kelok kanan-kiri, dengan bantalan jalan yang lembek, tidak beraspal. Yes! Mirip dancing on the street, meski tidak se-ekstrem off road. Dalam hati saya bertanya, dengan lahan seluas dan sebesar ini, pemanfaatannya masih sangat minim?

Baca Juga:

Sayang sekali, pemberian Tuhan berupa potensi alam, belum terkelola dengan optimal? Tumben, kali ini saya tidak mengantuk di mobil. Mungkin, karena bisa ngobrol dengan staf menteri dari kerajaan Britania itu soal Liga Inggris yang sangat populer di negeri ini. Lalu memperbincangkan sukses Alede Laurie Blue Adkins, si pelantun

:TERKAIT “Someone Like You” yang memborong Grammy Award 2012. Kebetulan Adele lahir di Tottenham, London Utara. Lalu, isu penyebab kematian tragis Whitney Houston, yang enam kali meraih penghargaan Grammy itu. Sampai soal Thierry Henry, bintang Arsenal yang menjadi pujaannya, serta David Becham yang bermain di LA Galaxy. Saya cukup terhibur bisa berdiskusi dengan mereka.

Terlebih, mereka mengaku exciting mengikuti perjalanan ke belantara Kalimantan itu. Rupanya perasaan sama diungkapkan Andrew Mitchell dan Mark Canning. Saking antusiasnya, mereka tidak menggubris untuk naik-naik ke bukit yang tanpa jalan setapak pun, dengan sudut kemiringan 60-70 derajat? Tanpa sepatu gunung, tanpa sepatu boot, masih pakai kemeja putih, tanpa jaket, dengan medan licin –habis hujan--, basah, becek, berlumpur dan rawan terlepeset. Menhut Zulkifli Hasan dan rombongannya juga juga ikut naik, menemani pejabat tinggi Kerajaan Inggris itu.

Baca Juga:

Akhirnya, lebih dari 25 orang ikut mendaki hutan berbukit terjal yang menjadi percontohan sustainable forestry itu. Skenarionya, tidak perlu naik, cukup dilihat dari bawah, karena itu tidak ada persiapan alat climbing dan PPPK. Tetapi spontanitas mereka tidak berkata lain. Naik, naik, sampai ke puncak. Saya berusaha ngumpet, karena masih pakai sepatu kulit hitam dan tidak membawa ganti baju lagi.

Menhut Zulkifli pun teriak memanggil nama saya dari atas bukit. Yah! Saya terpaksa berlepotan lumpur. Padahal sore harus terbang ke Jakarta? Apa tidak menjadi pusat perhatian orang di bandara nanti? Ah, it’s ok-lah, sekali-sakali jadi Tarzan, orang hutan saba kota. Selangkah demi selangkah saya mendaki bukit hutan itu. Saya hindari tanah licin yang sudah diinjak pendaki sebelumnya, agar tidak tertempel lintah darat alias pacet.

PAGI itu mendung menghiasi langit Balikpapan, Kaltim. Saya ingin merasakan atmosfer hutan tropis yang sering Menhut Zulkifli Hasan ceritakan itu,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News