Audit BPK Janggal, Hasil Rapat Kabinet dan KKSK Diabaikan
“Apa alasannya ketua BPPN tidak melaksanakannya? Justru salah kalau dia tidak melaksanakan. Itu konsep mandat,” katanya.
Audit Investigatif BPK yang menyatakan ada dugaan penyimpangan dan kerugian negara sebesar Rp 4,5 triliun dalam kasus BDNI itu memang menjadi masalah pokok dalam persidangan. Audit tersebut dikeluarkan pada 25 Agustus 2017. Sementara itu, penetapan tersangka Syafruddin diumumkan sebelumnya pada 25 April 2017.
Pada persidangan Senin pekan lalu, auditor BPK yang juga merangkap saksi ahli yang dihadirkan Penuntut Umum KPK yakni I Nyoman Wara, mengakui bahwa bahan-bahan untuk audit investigatif itu diperoleh hanya dari penyidik KPK. Nyoman juga terang-terangan menyebut dokumen Keputusan Rapat Kabinet dan KKSK seperti tersebut di atas adalah tidak relevan untuk dimasukkan dalam LHP BPK.
Lalu siapa yang harus bertanggung jawab atas penerbitan SKL terhadap obligor Sjamsul Nursalim? Menurut Gde, sesuai dengan prinsip mandat, yang bertanggung jawab adalah KKSK. Sebab, lanjutnya, posisi BPPN, dalam konteks kasus ini adalah ketua BPPN, adalah sebagai pelaksana.
“Terlebih dia sudah memperoleh approval dari KKSK. Tanggung jawab tetap ada pada KKSK,” ujarnya.
Audit BPK 2006
Selain Audit Investigatif BPK 2017, disinggung pula oleh Gde mengenai Audit BPK 2006 yang menurutnya tidak bisa dinafikan keberadaannya. Audit BPK Nomor 34G/XII/11/2006 tanggal 30 November 2006 yang berjudul Hasil Pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) Dalam Rangka Pemeriksaan Atas Laporan Pelaksanaan Tugas Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), pada halaman 63, tertulis:
“BPK-RI berpendapat bahwa SKL tersebut layak diberikan kepada PS (Pemegang Saham) BDNI (Bank Dagang Negara Indonesia) karena PS telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam perjanjian MSAA (Master Settlement and Acquisition Agreement) dan perubahan-perubahannya serta telah sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002.”
Audit Investigasi BPK 2017 mengandung sejumlah dugaan kelemahan, antara lain, hanya ditandatangani penanggung jawab auditor, tidak mempertimbangkan audit 2016
- BPK Diminta Audit Dana Hibah Pemilu dan Pilkada 2024
- Inilah Agenda Pembahasan Rapat Paripurna Perdana Prabowo
- WTP Bisa Dibeli, Audit BPK Sulit Dipercaya
- Singgung Temuan BPK di Sidang Paripurna, Rieke PDIP Minta Pembatalan Tapera
- Akbar Sitorus
- Pemkab Lombok Tengah Optimistis Bisa Kembalikan Kelebihan Bayar Sesuai Audit BPK