Australia Kritik Peradilan Anak Indonesia

Australia Kritik Peradilan Anak Indonesia
Australia Kritik Peradilan Anak Indonesia

Berdasarkan penelitian AusAID dan Unicef, anak-anak yang menjalani hukuman penjara harus berbagi ruangan sel dengan narapidana dewasa, kekurangan air bersih, kekurangan gizi, dan kondisi kesehatan tidak terawat, dan tekanan mental. Kondisi buruk secara fisik dan mental menyebabkan narapidana anak sangat depresi dan tidak sedikit yang mencoba membunuh diri.

Secara terpisah, Direktur Pusat Kajian Perlindungan Anak FISIP Universitas Indonesia Irwanto menegaskan, pemenjaraan anak untuk kasus kriminal ringan ibarat hukuman seumur hidup. Trauma masa kecil dan cap buruk dari masyarakat akan menyebabkan masa depan anak hancur. "Kalau mereka menjadi sampah masyarakat, itu bukan salah mereka," tegas Irwanto.

Menurut Irwan, UU Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tengah dibahas untuk diperbaiki, namun masih belum menemukan titik temu. "UU di Indonesia sanggup memenjarakan anak Indonesia yang baru berusia delapan tahun lebih satu hari. Karena itu harus segera diubah," kata Irwanto.

Selain masalah kekerasan terhadap anak dalam proses peradilan, masalah yang masih juga belum tuntas adalah pekerja anak. Data Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, sebanyak tiga juta diantara 87 juta anak usia di bawah 18 tahun bekerja, termasuk menjadi pekerja seks komersial dan pekerjaan berisiko tinggi lainnya. (kuh)

JAKARTA - Pemerintah Australia menilai Indonesia belum memiliki sistem peradilan yang ramah untuk anak. Berdasarkan penelitian AusAID dan Unicef,


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News