Australia Sebenarnya Kaget Presiden BJ Habibie 'Sangat Cepat' Berikan Referendum ke Timtim

Profesor Clinton Fernandes dari University of NSW pada tahun 1999 bekerja sebagai analis intelijen untuk Timor Timur di Australian Theatre Joint Intelligence Centre (ASTJIC) Sydney.
Menurut dia, sikap Australia saat itu bisa ditafsirkan sebagai "memberikan perlindungan diplomatik untuk kegiatan militer Indonesia".
"Howard dan (Menlu Alexander) Downer berusaha keras untuk melindungi TNI," kata Prof Fernandes.
"Kabel diplomatik AS ini mengkonfirmasi bahwa kebijakan Pemerintahan Howard adalah menjaga Timtim tetap jadi bagian Indonesia. Dan pada akhirnya terpaksa mengubah sikap," katanya.
Kabel diplomatik tertanggal 9 September 1999 dari Kedutaan AS di Canberra menceritakan pertemuan pribadi selama 40 menit antara Laksamana Dennis Blair, saat itu Komandan Pasukan Amerika di Pasifik, dengan Jenderal Wiranto.
Catatan dua lembar dari Laksamana Blair menunjukkan tekanan kepada Jenderal Wiranto untuk "menarik diri dari ambang bencana".
"Meskipun ada jaminan bahwa TNI dapat menjaga keamanan di Timor Timur, meski TNI mengirim sejumlah besar pasukan baru ke sana dan mengambil langkah luar biasa dengan memberlakukan darurat militer, Timor Timur berada dalam anarki," tulis Laksamana Blair.
Beberapa hari setelah Laksamana Blair menemui Jenderal Wiranto, Indonesia pun mengizinkan pasukan Interfet masuk ke Timtim.
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia
- Dunia Hari Ini: Siap Hadapi Perang, Warga Eropa Diminta Sisihkan Bekal untuk 72 Jam
- Rusia Mengincar Pangkalan Udara di Indonesia, Begini Reaksi Australia
- Dunia Hari Ini: Katy Perry Ikut Misi Luar Angkasa yang Semua Awaknya Perempuan
- Dunia Hari Ini: Demi Bunuh Trump, Remaja di Amerika Habisi Kedua Orang Tuanya