Awas, Ancaman Victory Disease!
Jumat, 24 Desember 2010 – 00:10 WIB
“Harus menang” sesungguhnya bisa berubah menjadi beban mental dan bahkan “penyakit.” Harapan yang terlalu menggunung itu akan mendera pisik dan mental para pemain sehingga konsentrasi permainan tidak fokus. Lama-lama bisa nervous. Tidak lagi rileks dalam bermain. Dengan demikian, beban “harus menang” itu bisa menjadi boomerang yang membunuh diri sendiri.
Padahal dalam bermain dibutuhkan suasana hati yang penuh “mood.” Rada relaxation. Sehingga permainan menjadi sebuah seni yang diekpresikan suasana hati dan mental dan menjalar ke jasmani serta kemudian terjelma dalam taktik statregi yang jitu. Kata kuncilnya, harus nothing to lose.
Saya ingat Lukman Setiawan, redaktur pelaksana Olahraga Majalah TEMPO pernah mewawancarai Erland Kops, pemain bulutangkis kawakan dari Denmark. “Kesalahan dia,” kata Kops seraya mengarahkan telunjuknya kepada Tan Joe Hok dan Ferry Sonneville, “adalah karena memikul beban harus menang setiap kali tampil dalam All England.” Lukman terkesiap.
“Tetapi kelemahan saya juga karena beban harus menang itu,” tambah Kops. Kemudian, Lukman pun mengangguk-angguk.