Awas, Demam Korea Melanda

Awas, Demam Korea Melanda
Awas, Demam Korea Melanda

Saat menjadi tuan rumah Piala Dunia 2002 bersama Jepang, pamor Korea Selatan pun semakin melambung. Mereka pantas menjadi host even sepak bola paling akbar itu, karena sudah terbukti sanggup memproduksi pemain kaliber seperti, Park Ji-sung yang eksis merumput di Liga Inggris. Midfielder yang lahir di Seoul 25 Februari 1981 itu dikontrak lama oleh Setan Merah Manchaster United.

Baca Juga:

Rasanya, ke depan “demam Korea” akan semakin menjadi-jadi. Paling tidak, itulah yang saya rasakan setelah, dua setengah jam, saya mengikuti pertemuan Menko Perekonomian Hatta Rajasa menerima rombongan Minister of Knowledege Economy of Korea Sukwoo Hong di kantor Menko, Lapangan Banteng, kemarin. Mereka bicara detail per item, dari delapan Kelompok Kerja Working Level Task Force (WLTF) yang dihimpun dalam Sekretariat Bersama Indonesia-Korea.

Korea mendapat kehormatan sebagai mitra utama MP3EI. Membaca laporan masing-masing group working itu, Korea sepertinya sedang habis-habisan menanamkan investasi ke Indonesia. Tidak ada investasi yang tidak membawa muatan budaya dan adat istiadat aslinya. Itulah yang cepat atau lambat, akan membuat “suara Korea” semakin nyaring di kota-kota tempat mereka berinteraksi dengan publik di Indonesia. Hatta menunjukkan angka pertumbuhan kerjasama Korea-Indonesia yang signifikan.

Volume investasi meningkat 45,4 persen, dari USD 18,3 M tahun 2010, menjadi USD 26,6 M di 2011, target tahun 2012 ini USD 40 M. “Kami makin yakin, akan segera menembus angka USD 100 M,” kata Hatta yang menjelaskan projek MP3EI telah merampungkan 94 projek kegiatan ekonomi utama dan ground breaking infrastruktur senilai Rp 490,5 Triliun. Ada beberapa catatan penting yang digaris bawahi Hatta agar segera ditemukan solusi cerdasnya. Pertama, soal upah minimum buruh, dengan segala hiruk pikuknya, agar ketemu solusi yang berkelanjutan.

Kedua, regulasi kawasan belikat atau the boned area regulation. Ketiga, soal kendala lahan di group industri dan korporasi. Keempat, soal keringanan pajak yang diminta 18 tahun, dari aturan 10 tahun. Kelima, soal supply gas. Keenam, soal kerjasama infrastruktur rel kereta api jalur lintas Sumatera, Jembatan Selat Sunda, rel Soekarno Hatta-Kota Jakarta.

Ketujuh, soal rehabilitasi Sungai Citarum dari atas sampai down stream. Kedelapan, soal bio mass energy, dan beberapa perusahaan Korea yang sedag mengurus izin di Sulawesi. Kesembilan, soal pesawat C-235 yang bisa diproduksi PT Dirgantara Indonesia. Tentu, masih banyak yang tidak bisa diangkat di sini, dari soal finansial, industry petrokimia, kapal selam, pertambangan, minerba, alih teknologi, dll yang harus tuntas sebelum April 2012.

Demam Korea betul-betul tidak bisa dibendung, bahkan semakin deras alirannya. Atau menemukan potensi bisnis dan perdagangan dengan Korea? Anda sudah mempersiapkan diri di era “demam Korea”? Asal tidak korak dan pelit saja? Sebeb, kalau budaya itu yang ikut tertransfer, maka kelak akan ada istilah lain dari kata “pelit”, yakni Korea! Ah.. dasar Korea loe!(*)

(*) Penulis adalah Pemimpin Redaksi-Direktur Indopos, dan Wadir Jawa Pos.

DULU, orang Surabaya menyebut preman itu korak. Lalu dipelesetkan menjadi korea. Karena itu, istilah korea-korea itu di Kota Buaya diartikan sebagai


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News