Awas! Indonesia Memasuki Rezim Ekonomi Berbunga Tinggi

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat menilai kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikan suku bunga 50 bps begitu tinggi dan cepat.
Sebab, pengumuman tersebut menyebabkan shock di pasar karena belum selesai beban inflasi karena kenaikan harga BBM, kini publik diwarnai dengan naiknya suku bunga BI.
"Dampak kenaikan BI rate di level 4.25 persen akan menaikan suku bunga kredit sampai di level 9-11 persen," ujar Achmad, Kamis (21/9).
Menurut Achmad, kenaikan harga BBM pada awal September 2022 telah menyebabkan sektor rill dan ekonomi publik porak poranda akibat inflasi.
Terutama, inflasi akibat kenaikan makanan minuman dan administered priced.
"Kenaikan BBM 30,74 persen menyebabkan daya beli publik turun sekitar lima persen dan inflasi diperkirakan sampai akhir 2022 di level 8-9,5 persen," kata Achmad.
Selain itu, kenaikan tersebut sangat memberatkan para pengusaha dan debitur retail perbankan, seperti pemilik KPR, kredit konsumsi, kendaraan bermotor, dan kartu kredit karena mereka harus menanggung biaya cost of fund yang tinggi.
Alasan BI menaikan ialah sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3,0±1 persen pada paruh kedua 2023.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat menilai kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikan suku bunga 50 bps begitu tinggi dan cepat.
- Siasat Sri Mulyani untuk Meredam Tarif Resiprokal Amerika Serikat
- Pemerintah Prediksi Nilai Transaksi Ritel di 2025 ini Bakal Turun 8 Persen
- Resah Lihat Kondisi Ekonomi, Mahasiswa UKI Bagikan Beras untuk Membantu Warga
- PNM Wujudkan Dukungan untuk Pendidikan Berkualitas lewat Ruang Pintar
- Kemenko PM Uji Publik Standar Pendampingan Usaha lewat Pilar Berdaya Bersama
- Bulog Siap Dukung Koperasi Merah Putih untuk Memperkuat Ketahanan Pangan