Azan Baru
Oleh Dahlan Iskan
Saya sering kagum membaca komentar di DI’s Way. Bagus-bagus. Sering juga membuat saya terbahak. Hanya sesekali bikin mata saya mlerok --ingat lagu 'Ojo Dipleroki'.
Bagi saya tidak salaman itu bukan baru. Selesai operasi ganti hati dulu saya juga menghindari salaman. Selama dua tahun. Tentu juga tidak melakukan banyak hal lain yang bisa membuat virus dan bakteri mendekat ke saya.
Waktu itu, 13 tahun lalu, imunitas badan saya diturunkan secara drastis. Agar hati baru yang menggantikan hati saya yang asli tidak ditolak oleh sistem di tubuh saya.
COVID-19 akhirnya memang lebih serius dari yang diperkirakan banyak ahli. Sedikit yang membayangkan sampai menjadi pandemik. Semula dikira akan sebatas epidemik.
Bahkan, siapa sangka, sampai menyentuh praktik keagamaan --semua agama. Termasuk penutupan semua gereja di Italia.
Ketika gereja, kelenteng, dan masjid ditutup di Tiongkok, kita hanya bisa bilang: dasar Tiongkok komunis. Namun Italia yang sangat Katolik terpaksa juga menutup gereja.
Kuwait yang sangat Islam dan Arab juga harus menutup masjid. Termasuk harus mengubah azan. Kuwait adalah yang pertama mengubah bunyi azan.
Namun Malaysia-lah yang pertama meniadakan salat Jumat. Yakni di negara bagian Perlis --yang memberi saya gelar guru besar kehormatan dulu itu.