Bagja Tak Setuju Bawaslu Jadi Lembaga Ad Hoc, Begini Alasannya

Bagja Tak Setuju Bawaslu Jadi Lembaga Ad Hoc, Begini Alasannya
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja (dua kiri) saat konferensi pers Konsolidasi Nasional Perempuan Pengawas Pemilu di Badung, Bali, Minggu (22/12/2024). (ANTARA/Fath Putra Mulya).

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja tak setuju dengan wacana status lembaganya diubah menjadi ad hoc.

Pasalnya, pengubahan status bakal berdampak pada kinerja lembaga tersebut.

Bagja meyakini tata kelola pemilu di Indonesia akan makin baik apabila status kelembagaan Bawaslu tetap permanen.

“Kami kira dengan keajegan ini, dengan permanennya penyelenggara pemilu, maka bagi kami, electoral justice system, sistem peradilan pemilu itu makin lebih baik dan tata kelola pemilu juga akan makin baik dengan keajegan ini,” ujar Bagja dalam keterangannya, Senin (23/12).

Menurut dia wacana pengubahan status lembaga penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu, menjadi lembaga ad hoc justru akan menimbulkan permasalahan baru.

"Dengan di-ad hoc-kannya malah menurut kami akan jadi permasalahan lagi tentang politik uang. Bahkan, akan jadi persoalan melatihnya dan lain-lain, dan juga persoalan-persoalan teman-teman KPU kabupaten/kota juga punya sekretariat,” ucapnya.

Selain itu, dengan status kelembagaan yang permanen itu, Bawaslu dapat menerapkan prinsip meritokrasi yang berkelanjutan dan berjenjang bagi anggotanya.

Dalam hal ini seorang pengawas pemilu yang berkarier sebagai panitia pengawas kecamatan (panwascam) dapat naik menjadi anggota Bawaslu pusat.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja tak setuju status lembaganya diubah menjadi lembaga ad hoc alias tak permanen.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News