Bagja Tak Setuju Bawaslu Jadi Lembaga Ad Hoc, Begini Alasannya
jpnn.com - JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja tak setuju dengan wacana status lembaganya diubah menjadi ad hoc.
Pasalnya, pengubahan status bakal berdampak pada kinerja lembaga tersebut.
Bagja meyakini tata kelola pemilu di Indonesia akan makin baik apabila status kelembagaan Bawaslu tetap permanen.
“Kami kira dengan keajegan ini, dengan permanennya penyelenggara pemilu, maka bagi kami, electoral justice system, sistem peradilan pemilu itu makin lebih baik dan tata kelola pemilu juga akan makin baik dengan keajegan ini,” ujar Bagja dalam keterangannya, Senin (23/12).
Menurut dia wacana pengubahan status lembaga penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu, menjadi lembaga ad hoc justru akan menimbulkan permasalahan baru.
"Dengan di-ad hoc-kannya malah menurut kami akan jadi permasalahan lagi tentang politik uang. Bahkan, akan jadi persoalan melatihnya dan lain-lain, dan juga persoalan-persoalan teman-teman KPU kabupaten/kota juga punya sekretariat,” ucapnya.
Selain itu, dengan status kelembagaan yang permanen itu, Bawaslu dapat menerapkan prinsip meritokrasi yang berkelanjutan dan berjenjang bagi anggotanya.
Dalam hal ini seorang pengawas pemilu yang berkarier sebagai panitia pengawas kecamatan (panwascam) dapat naik menjadi anggota Bawaslu pusat.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja tak setuju status lembaganya diubah menjadi lembaga ad hoc alias tak permanen.
- Selama 2024, DKPP Pecat 66 Penyelenggara Pemilu
- 6 Langkah Bawaslu Antisipasi Pengawas Meninggal Dunia Saat Pilkada
- Massa AMPD Geruduk Bawaslu Minta Segera Turun Tangani Pilgub Sumsel
- Wamendagri Ribka Pastikan Pelaksanaan Tahap Lanjutan Pilkada Papua Tengah Sesuai Jadwal
- Pilgub Jakarta 2024, Bawaslu DKI Tangani 13 Laporan Termasuk Kasus Dugaan Politik Uang
- Anggota KPUD & Ketua Bawaslu Kabupaten Bungo Dilaporkan ke DKPP, Ini Penyebabnya