Bahkan Ada yang Berteriak, 'Hidup Malaysia!'
Pertandingan sebenarnya berlangsung seru. Tekling keras berkali-kali dilancarkan dalam laga yang hanya berlangsung 2 x 10 menit tersebut. Namun, tidak sampai ada baku tumbuk (perkelahian). Kedua tim berjabat tangan begitu wasit meniup peluit akhir tanda pertandingan selesai.
Camat Sebatik Tengah Harman mengatakan, meski hanya turnamen antarkampung, kompetisi itu bisa menjadi simbol persahabatan antarnegara serumpun. Bisa menjadi model perbatasan yang warga negaranya saling melengkapi dalam kehidupan sehari-hari.
Warga Sebatik Tengah setiap hari mengirimkan hasil pertanian seperti pisang, cokelat, dan sayur-mayur ke desa seberang yang sudah berada di wilayah Malaysia. Lalu, mereka pulang dengan membawa bahan pangan dan bahan bakar dari tetangga desa itu. Warga kedua desa di dua negara itu berkawan dalam kehidupan sosial maupun ekonomi.
”Kami orang Sebatik yang berada di perbatasan ingin memberikan contoh kepada dunia bahwa kami rukun dan damai,” kata sarjana hubungan internasional Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, itu.
Pemuda desa setempat kerap mengundang remaja-remaja negara tetangga tersebut untuk berkegiatan bersama. Misalnya saat peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus. Begitu pula sebaliknya, bila para pemuda di wilayah Sebatik, Malaysia, punya gawe, pemuda-pemuda Indonesia diundang untuk berpartisipasi. Biasanya, tokoh-tokoh dari dua desa beda negara itu ikut datang sebagai bukti perhatian dan kerukunan.
”Ibaratnya, yang renggang hanya di tingkat atas,” tambah bapak tiga anak itu.
Bahkan, lanjut Harman, dalam turnamen sepak bola tarkam, bukan hanya para pemain yang berasal dari dua negara. Lapangan tempat mereka bertanding sebenarnya juga berada di antara kedua negara.
Di mana persisnya perbatasan lapangan bola Sungai Limau? Harman mengaku tidak tahu pasti. Hingga saat ini, yang bisa diketahui hanya koordinatnya. Petugas perbatasan dari TNI pun tidak hafal. Titik batas tersebut bisa diketahui hanya dari koordinat yang terdata di markasnya.
PANAS masih terasa menyengat Jumat sore itu (20/3). Tapi, ratusan pemuda tetap bersemangat memenuhi pinggir-pinggir lapangan sepak bola di Desa Sungai
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala