Bahlil, Kawulo, Santri, dan Cita-Cita Republik

Oleh: M Shoim Haris Pendiri ADCENT (Advisory Center For Development)

Bahlil, Kawulo, Santri, dan Cita-Cita Republik
Foto: Pendiri ADCENT (Advisory Center For Development) M Shoim Haris

Sejarah telah mengukuhkan bahwa sinergi ulama dengan para 'foundings fathers' telah mengawal lahir dan terjaganya republik ini hingga saat ini. Bahlil dan Partai Golkar menyegarkan kembali relasi lama ulama dan umara dalam rangkaian safarinya.

Indonesia bukanlah negara agama, tetapi negara berdasarkan nilai universal agama.

Nilai yang mengokohkan eksistensi dan pelaksanaan penyelenggaraan negara dengan adil dan mewujudkan kesejahteraan.

Nilai-nilai ini yang selalu digaungkan Bahlil dalam banyak kesempatan. Bukan hanya di dalam negeri, bahkan Bahlil seringkali di forum international, menggaungkan prinsip keadilan harus diwujudkan dalam tata kelola perekonomian global.

Bahlil seringkali tegas mengkritik perilaku negara maju yang suka membatasi (membonsai) negara berkembang agar tetap dalam ketergantungan.

Dalam konteks ini, banyak lontaran dan kebijakan Bahlil mendapatkan benang merah; misal soal pengelolaan SDA secara adil, ataupun hilirisasi sebagai langkah memberi nilai tambah dan gerbang besar untuk industrialisasi.

Bahlil terlihat konsisten, konsen mendalamnya akan nilai keadilan diwujudkan di dalam negeri dengan pengelolaan dan distribusi seluasnya untuk rakyat.

Juga kegigihannya untuk memperjuangkan keadilan itu terwujud di area global, dengan mengikisnya relasi ketergantungan suatu negara pada negara lain, bahkan sebuah hegemoni.

Ramadan bagi muslim adalah laboratorium yang membenihkan embrio kebaikan dengan habit ahsan, yang akan ditumbuhkan dan dibuahkan di bulan setelahnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News