Bakrie paceklik, Korban Lumpur Ikut Bingung

Bakrie paceklik, Korban Lumpur Ikut Bingung
Bakrie paceklik, Korban Lumpur Ikut Bingung
Sunarto mengaku kabar tentang seretnya keuangan Bakrie turut membuat mereka cemas. "Apalagi, sampai sekarang baru 14 berkas yang diganti rugi," ujarnya. Padahal, berdasar ketentuan, uang tersebut harus cair 14 hari sejak PIJB. "Tapi, sampai sekarang belum semuanya cair," lanjutnya.

Molornya pelunasan ganti rugi itu juga merembet ke kegiatan penanggulan pusat semburan lumpur. Warga yang sudah tidak sabar menunggu pembayaran mulai menghentikan pembangunan tanggul di wilayah Renokenongo. Alasannya, tanah tersebut masih milik warga karena ganti rugi belum dibayarkan. "Kami tidak ingin dijanjikan dan dibohongi. Bayar dulu, baru kami biarkan ditanggul kembali," tegas Sunarto.

Persoalan bertambah pelik ketika komitmen Lapindo untuk pengerjaan tanggul tidak seperti dahulu. Berdasar pemantauan di lapangan, pasokan pasir dan batu (sirtu) mulai berkurang. Saat ini pasikan berkisar 150 dump truck per hari. Padahal, sebelum Lebaran, pasokan mencapai 200 sampai 300 dump truck per hari.

Sulit disangkal, berkurangnya suplai sirtu pasti terkait dengan mulai berkurangnya dana Lapindo. Dari perhitungan kasar, jika harga setiap satu dump truck sirtu mencapai Rp 600 ribu, untuk saat ini dengan 150 dump truck per hari, PT Minarak harus mengeluarkan Rp 90 juta. Angka tersebut lebih kecil daripada pengeluaran sebelumnya, yakni 200 sampai 300 dump truck yang mencapai Rp 120 sampai Rp 180 juta per hari.

MUSIM paceklik yang melanda Grup Bakrie juga berimbas terhadap nasib korban lumpur Lapindo. Warga yang terusir dari kampung halamannya karena banjir

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News